Mohon tunggu...
Syamsuddin B. Usup
Syamsuddin B. Usup Mohon Tunggu... wiraswasta -

Kakek dari sebelas cucu tambah satu buyut. Berharap ikut serta membangun kembali rasa percaya diri masyarakat, membangun kembali pengertian saling memahami, saling percaya satu sama lain. Karena dengan cara itu kita membangun cinta kasih, membentuk keindahan hidup memaknai demokrasi.\r\n

Selanjutnya

Tutup

Politik

Demokrasi Blusukan ala Jokowi

10 Juni 2014   20:36 Diperbarui: 20 Juni 2015   04:23 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pada Debat Capres yang diselenggarana oleh KPU, Senin 9 Juni 2014, terdapat pertanyaan mengenai pengembangan demokrasi. Pertanyaan ini tentu untuk memahami sejauhmana pemahaman seorang capres tentang negara demokrasi. Pertanyaan yang membongar bagaimana sebenarnya kualitas seorang calon presiden, agar rakyat mengetahui secara langsung, agar rakyat cerdas menentukan pilihannya.

Meskipun Direktur Pusat Studi Sosial Politik (Puspol) Indonesia Ubedillah Badrun sepat menilai, secara umum pelaksanaan debat calon presiden dan calon wakil presiden (Capres-Cawapres) di Balai Sarbini, Senin (9/6) malam berjalan lancar. Namun, dalam pelaksanaanya kurang fokus pada tema dan secara umum masih normatif. Tema debat Capres-Cawapres pertama ini adalah pembangunan demokrasi, pemerintahan bersih dan kepastian negara  hukum.

Sangat menarik penampilan pasangan Jokowi - JK dengan stelan jas lengkap. Kata pembuka Jokowi pada acara debat ini juga tanpa mengucapkan sholawat seperti biasanya. Jawaban Capres Jokowi yang menunjukkan pemahamannya tentang negara dan system demokrasi namka sekali khas. Menurut Jokowi :


” Republik ini milik rakyat semua, demokrasi adalah mendengar suara rakyat dan melaksanakannya. Itulah alasan kami setiap hari datang ke pelosok pelosok, datang ke desa desa, datang ke bantaran kali, datang ke petani, datang ke nelayan, datang ke tempat pelelangan ikan untuk mendengar suara rakyat dengan cara dialog.


Pemerintahan yang bersih bisa dilakukan dengan pembangunan sistem, hal ini berkaca dari pengalaman kami menjadi walikota dan gubernur. Yang kedua, pola rekruitment, pola rekruitmen harus jelas tanpa adanya unsur KKN.”

Mencermati pernyataan tersebut dapat disimpulkan, Jokowi beranggapan bahwa suara rakyat yang didengar dengan cara blusukan itulah suara rakyat yang sebenarnya. Suara rakyat yang menjadi dasar bertindak membangun system untuk mengatasi semua masalah bangsa ini. Menurut dia memang perlu perubahan system.

Namun tak disebutkan upaya apa untuk mengembangkan lembaga negara dalam konteks pengembangan demokrasi kehidupan bermasyarakat bernegara ke depan, sebagaiman tema debat – Pembangunan Demokrasi, Pemerintahan yang bersih dan Negara hukum seperti pertanyaan moderator.  Untuk mudahnya sebut saja sebagai system  “Demokrasi Blusukan Ala Jokowi”.

Dengan jawaban ini memberi kesan bahwa  Jokowi tidak paham system demokrasi pada tatanan kehidupan bernegara. Jokowi menganggap bahwa dengan dialog langsung kepada rakyat melalu cara blusukan berarti dia mendengarkan suara rakyat.

Diseluruh dunia yang menganut paham demokrasi, pilarnya adalah pelaksanaan pemilihan umum. Dalam system demokrasi ada pemilihan umum legislative dimana rakyat memberikan mandate suaranya kepada lembaga negara yang namanya DPR. Suara rakyat wajib didengar oleh seorang Presiden. Suara rakyat yang dimandatkan kepada para anggota DPR terpilih  inilah yang kemudian diwujudkan berbentuk hukum dan undang undang.

Presiden dan kabinetnya bekerja atas dasar dan wajib melaksanakan pemerintahannya berdasarkan Undang Undang. Itu sebabnya mengapa Republik Indonesia adalah Negara Hukum berdasarkan pasal 1 UUD 1945.

Bagaima mungkin kita memilih seseorang yang tidak paham system demokrasi untuk menata kehidupan yang taat hukum guna memberantas korupsi.

Kalau konsep “Demokrasi Blusukan” Jokowi ini diadopsi sebagai system demokrasi NKRI, maka tidak perlu lagi adanya Pemilu Legislatif, tidak perlu ada DPR RI dan MPR RI. Dengan konsep demokrasi blusukan ini kita tidak butuh lembaga negara yang melaksanakan prinsip Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dan Permusyawaratan / Perwakilan. Berarti harus merubah UUD 1945 dimana didalamnya terdapat falsafah Pancasila.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun