Mohon tunggu...
Syamsuddin B. Usup
Syamsuddin B. Usup Mohon Tunggu... wiraswasta -

Kakek dari sebelas cucu tambah satu buyut. Berharap ikut serta membangun kembali rasa percaya diri masyarakat, membangun kembali pengertian saling memahami, saling percaya satu sama lain. Karena dengan cara itu kita membangun cinta kasih, membentuk keindahan hidup memaknai demokrasi.\r\n

Selanjutnya

Tutup

Politik

Anugerah Pahlawan Nasional dan Strategi Pemenangan Pemilu 2014

8 November 2012   14:34 Diperbarui: 24 Juni 2015   21:45 1507
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13523973731529046693


[caption id="attachment_222135" align="aligncenter" width="507" caption="Sumber : Liputan6.com"][/caption]

Kepres 81/1986 yang menyatakan Bung Karno dan Bung Hatta sebagai Pahlawan Proklamator adalah langkah politik Presiden Soeharto merehabilitasi harkat dan martabat Presiden Soerkarno, bapak proklamator Republik Indonesia. Kepres 81/1986 pada prinsipnya melawan apa yang tersurat dalam ketetapan atau TAP MPRS No. 33/MPR/1967. Dengan demikian sejak diterbitkannya Kepres 81/1986 itu secara resmi stigma negatif terhadap Presiden Soekarno sudah hapus, nama besar beliau direhabilitasi oleh Negara, dituangkan dalam bentuk dokumen yaitu Kepres 81/1986 yang ditanda tangani oleh Presiden Soeharto selaku Kepala Negara. TAP MPRS No. 33/MPR/1967 menjadi tidak bermakna.

Jika pertanyaannya mengapa TAP MPRS 33/MPR.1967 itu tidak dicabut saja dan dinyatakan tidak berlaku oleh Presiden Soeharto. Sehingga secara otomatis nama besar Bung Karno dikembalikan harkat dan martabatnya. Sepemahaman saya, dalam konteks konstitusi Negara UUD 1945 Pemerintah tidak berhak mencabut TAP MPRS. Posisi MPRS ketika itu sebagai lembaga tertinggi negara menurut UUD 1945. Secara politik, jika Presiden Soeharto mengambil inisiatif untuk mencabut TAP MPRS 33/MPR/1967 adalah langkah blunder figure yang tidak punya fatsun politik. Karena Presiden hanya mandataris MPR. Ketika itu MPRS RI adalah pemegang amanah kedaulatan rakyat, kedudukan politik presiden dibawah Majelis Permusyawaratan Rakyat menurut kontitusi negera UUD 1945.

Jadi langkah politik Presiden Soeharto merehabilitasi martabat Presiden Soekarno yang dituangkan berupa Kepres 81/1986 pada prinsipnya melawan apa yang tersurat dalam ketetapan atau TAP MPRS No. 33/MPR/1967. Tentu terdapat resiko yang bisa saja menimbulkan kegaduhan atau kegalauan politik manakala mayoritas anggota MPR RI ( periode 1982-1987) melakukan perlawanan dengan menggelar Sidang Umum Luar Biasa untuk mementahkan Kepres 81/1986. Sebagaimana umum diketahui bahwa Trilogi Orde Baru yang dianut oleh Pak Harto adalah Stabilitas – Pertumbuhan dan Pemerataan.

Kebijakan Presiden Soeharto menerbitkan Kepres 81/1986 artinya bukanlah tanpa resiko politik namun tetap beliau lakukan. Saya kira pertimbangan yang termasuk didalamnya adalah rekonsiliasi nasional kehidupan berbangsa bernegara. Intinya dengan mengembalikan nama baik, reputasi, harkat dan martabat Bung Karno melalui kebijakan yang tertuang dalam Kepres 81/1986 maka rekonsiliasi nasional sebagai prasyarat untuk mencapai terwujudnya stabilitas kehidupan bermasyarat bernegara. Dengan demikian Kepres 81/1986 mempunya arti sangat penting bagi kelangsungan kehidupan bangsa Indonesia generasi berikutnya.

Jika ada yang bertanya mengapa ketika Sidang Umum MPR RI Tahun 2003 dimana mayoritas anggota MPR-RI dikuasai oleh PDI-P dan Presidennya adalah Ibu Megawati, mengapa TAP MPRS 33/MPR/1967 tidak dicabut. Jawaban paling sahih tentu harus dari Ibu Megawati sendiri, karena beliau adalah Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. PDI-P adalah fraksi mayoritas di MPR RI sebagai pemenang pemilu 1999 dan beliau adalah Presiden RI. Dalam pandangan saya, beliau juga mempertimbangkan faktor stabilitas politik dan kehidupan bermasyarakat bernegara, beliau tidak mencampur adukan dengan kepentingan lain yang bersifat pribadi.

Pertimbangan yang paling logis menurut saya adalah berkaitan dengan hukum Tata Negara. Sebab, jika TAP MPRS No.33/MPR/1967 dicabut maka kekuasaan kepresidenan kembali melekat pada Presiden Soekarno baik secara hukum maupun secara politik. Sebagaimana diketahui bahwa setelah ketetapan MPRS TAP 33/MPR/1967 yang mencabut mandat kekuasaan kepresidenan, konsekuensi logisnya adalah harus ada pejabat sementara Presiden RI untuk menjalankan pemerintahan. Lantas kemudian MPRS menunjuk Soeharto sebagai pejabat sementara Presiden dengan tugas pokok diantaranya adalah menyelenggarakan pemilihan umum. Berdasarkan konstitusi Negara UUD 1945 ketika itu, Presiden adalah penanggung jawab penyelengaran pemilihan umum.

Mencabut TAP MPRS No.33/MPR/1967 berarti kekuasaan kepresidenan kembali melekat pada Presiden Soekarno. Tidak ada itu yang namanya pejabat sementara presiden. Artinya Pemilu 1971 yang diselenggarakan oleh Pjs.Presiden ( Soeharto) tidak sah. Presiden RI ke II ( Soeharto ) tidak sah. Secara mutatis mutandis jabatan presiden seterusnya dari BJ Habibie, Gus Dur, Megawati, Susilo B Yudhoyono dan seterusnya juga menjadi tidak sah secara Hukum Tata Negara.

Dengan mencabut TAP MPRS no. 33/MPR/1967 maka pemerintahan Soeharto dan seterusnya adalah pemerintahan sempalan dari Republik Proklamasi 17 Agustus 1945. Jadi tolong jangan sesalkan Ibu Megawati mengapa beliau tidak melakukan langkah politik mencabut TAP MPRS tersebut.

Terkait dengan apa yang dilakukan SBY sekarang berarti menafikan, meniadakan, menyepelekan arti penting kebijakan yang pernah dilakukan Presiden Soeharto. Anugerah Presiden SBY kepada Bung Karno dan Bung Hatta berupa gelar pahlawan nasional justeru bernuansa membangkitkan sentimen politik masyarakat terhadap orde baru yang notabene menohok Partai Golkar. Inilah inti strategis seremonial pemberian gelar ini. Langkah strategis dalam rangka pemenangan Pemilihan Umum 2014.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun