Ternyata Gubernur DKI Jakarta Ir. Fauzi Bawo memiliki visi futuristic dalam bentuk Masterplan Jakarta dengan perspektif hingga 2080. Sebelumnya sempat berpandangan sedikit miring, sekarang boleh dikatakan lebih positif dalam hal ini. Terus terang saya baru tahu setelah membaca artikel : Masterplan Fauzi Bowo untuk Kawasan Baru Jakarta di Masa Depan, di posting oleh akun atas nama Wiro yang dilengkapi pula dengan foto plus video. Sebuah artikel manarik yang mencerahkan.
Saya pikir seorang Gubernur memang sudah seharusnya adalah figur yang visioner dan visinya applicable, dapat dilaksanakan dan bukan impian utophis. Tentu sebuah visi yang diwujudkan dalam masterplan yang baik dan legal. Sehingga mermberi pedoman dalam bekerja agar tidak asal asalan.
Setidaknya, dengan adanya Masterplan maka berbagai program pembangunan untuk mensejahterakan rakyat dapat diyakini dikelola dengan manajemen pemerintahan yang baik pula, menuju good government Governance. Sekalipun kita juga mengetahui, walaupun sudah ada masterplan yang baik belum tentu pelaksanaan program tersebut lantas semuanya beres, “blueprint sudah ada tinggal menjalankan saja”..
Dialektika dan romantika kehidupan kota sebesar Jakarta tentu sangat dinamis, tidak dapat dipandang sederhana saja atau akan lebih patal akibatnya jika kita cenderung menggampangkan masalah yang dihadapi warga dalam setiap denyut dan geliat kehidupan masyarakatnya.
Bahwa untuk melaksanakan berbagai program tersebut pasti mempunyai kendala dan tantangan dengan tingkat kesulitan bervariasi. Terutama karena konflik kepentingan di Jakarta multi variant sedemikian rupa pada semua strata social penduduknya, dari elitis hingga penduduk urbannya. Kata orang sih, kenapa Jakarta sebegitu memetnya, “Karena di Jakarta ada surga dunia” , katenyee..
Tantangan dan kendala yang akan muncul baik secara teknologi, ekonomi, politik dan social budaya maupun pengaruh perkembangan kepentingan global. Permasalahan DKI Jakarta memang tidak sama sebangun dengan berbagai daerah lainnya di Indonesia. Dengan demikian menurut saya figure pemimpin Jakarta memerlukan kualifikasi khas yang berbeda dengan wilayah Indonesia lainnya.
Sebagaimana saya kemukakan diatas bahwa seorang gubernur memang sudah seharusnya adalah figure yang visioner dan visinya applicable. Visinya itu dapat diwujudkan pembangunannya dan bukan impian utophia. Tentu sebuah visi sang pemimpin sudah semestinya terdokumentasi dan legal dalam dokumen masterplan yang baik. Sehingga dalam bekerja tidak asal asalan.
Hal ini menurut saya sangat penting karena banyak pemimpin yang hanya mampu menyelesaikan masalah aktual hari ini atau katakanlah termasuk PR problem kemaren. Namun pada saat yang sama ia justeru menanam bibit masalah yang akan menjadi beban bagi generasi berikutnya dimasa depan. Kita tentu sangat berharap suatu penyelesaian konrehensif berjangka panjang agar generasi muda kita tidak terbebani masalah sedemikian kompleks, sementara mereka belum punya pengalaman.
Kondisi semacam ini adalah gambaran dan sekaligus jawaban dari pertanyaan, mengapa kok kita tidak maju maju seperti bangsa lain. Kita sudah terlalu sibuk dengan permasalahan masa lalu dan tidak sempat menata masa depan. Jadi apa yang kita lakukan hari ini sejatinya dapat kita pastikan memberikan kesempatan bagi generasi muda untuk melihat dan menata masa depannya.
Analogi manajemen "sukses" mampu menyelesaikan kewajiban membayar utang, tetapi dengan pinjaman baru yang jauh lebih besar bebannya, gali lubang tutup lubang, menutup lubang satu tapi menggali dua lubang. Model pemimpin yang begini biasanya dianggap atau mungkin dicitrakan sebagai figure sukses dan populis. “Yang penting sekarang, soal besok ya besok, soal masa depan bagaimana nantinya sajalah, kok ribet banget sih”. Kita sering dengar ocehan seperti ini.
Demikian sekadar pandangan saya bahwa Ibukota Republik ini memang membutuhkan figure pemimpin yang berwawsan masa depan, pemimpin yang futuristic. Tetapi sudah tentu terdapat banyak pandangan berbeda.
*****