Mohon tunggu...
Syamsuddin B. Usup
Syamsuddin B. Usup Mohon Tunggu... wiraswasta -

Kakek dari sebelas cucu tambah satu buyut. Berharap ikut serta membangun kembali rasa percaya diri masyarakat, membangun kembali pengertian saling memahami, saling percaya satu sama lain. Karena dengan cara itu kita membangun cinta kasih, membentuk keindahan hidup memaknai demokrasi.\r\n

Selanjutnya

Tutup

Politik

Marzuki Ali on The Track: Mengajak Ummat Memilih Pemimpin yang Seiman

4 September 2012   05:06 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:56 662
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Agama membimbing dan mempedomani hidup seseorang dari lahir hingga akhir hayatnya, berfikir, bertindak dan bersikap tak akan bisa lepas dari agama yang diyakininya bahkan sangat dibutuhkan ketika ia memegang jabatan public. Demikian juga bagi seorang idealis akan memegang teguh keyakinan ideology yang dianutnya untuk diimplemantasikan pada setiap kebijakan public yang dia putuskan.

Sejarah Indonesia mencatat seorang negarawan sejati seperti Bung Karno yang memegang teguh nasionalisme yang beliau yakini. Dengan segala resiko politik, dengan segenap jiwa raganya ideology itu dia pertahankan walau sebesar apapapun ancamannya. Dalam kehidupan politik bernegara beliau berkeyakinan bahwa mayoritas ideology politik rakyat Indonesia terdiri dari Nasionalis, Agamis dan Sosialis komunis. Sukarno merumuskannya menjadi Pancasila sebagai ‘das sollen’, yang kemudian disepakati seluruh founding father republic ini menjadi filosofi kehidupan bernegara Indonesia.

Melalui keputusan Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada Juni 1945 dan kemudian pada 18 Agustus 1945 melalui Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) maka Pancasila disyahkan sebagai ruh UUD 1945. Pada pekerkembangan selanjutnya dalam kepemimpinan beliau sebagai Presiden RI, semangat nasionalisme Bung Karno merangkul semua kekuatan politik rakyat Indonesia dalam konsep Nasionalis - Agamis dan Komunis atau NASAKOM.

Sebagai negarawan sejati konsep itu beliau pertahankan dengan segara resikonya. Meskipun aspirasi politik yang berkembang pada 1966 melalui Angkatan 66, MPRS dan ABRI melalui Pak Harto menuntut Bung Karno membubarkan PKI dan beliau menolaknya. Itulah salah satu ciri kebesaran negarawan seperti Bung Karno. Seperti itulah menurut saya seseorang dalam kepemimpinannya tidak akan pernah lepas dari ajaran agama maupun ideologi yang dia anut.

Seseorang tidak akan pernah lepas dari ideology yang dianut sebagai way of life, pedoman hidupnya. Apakah dia Kristen, Katholik, Islam, Hindu, Budha, Agnostik bahkan seorang Athies Komunis sekalipun, bahwa apa yang dia anut akan menjadi keniscayaan untuk diamalkan dalam tindakannya ketika ia ikut merumuskan ketentuan hukum dalam membentuk Undang Undang dan peraturan.

Seseorang dengan keyakinan ajaran agama apapun yang dia anut, apakah dia Kristen, Katholik, Islam, Hindu, Budha, Agnostik bahkan seorang Athies Komunis sekalipun, bahwa apa yang dia anut akan menjadi keniscayaan dalam pandangan pemikiran dan tindakannya ketika ia melaksanakan amanat UU pada sisi kedudukannya sebagai eksekutif.

Pola pikir semacam ini menurut saya adalah pola pikiran umum yang melekat pada masyarakat kita. Penyimpangan dari pola umum merupakan pengecualian yang cenderung tendensius dalam konteks langkah pragmatis untuk memperjuangkan kepentingan dalam upaya persaingan, dan pencapaian target kongkurensi menduduki jabatan kekuasaan tertentu yang biasanya hingar bingar pada saat pemilu maupun pemilihan umum Kepala Daerah.

Dengan demikian menurut saya tidak ada yang salah dari pemikiran dan tindakan sdr. Marzuki Ali ketika beliau mengamalkan ajaran Islam dalam kepemimpinannya karena beliau memang seorang muslim. Tidak begitu sulit untuk memahami dan menghargai pemahaman dan pendapat serta tindakan beliau jika kita berpijak pada azas demokrasi. Marzuki Ali On The Track yang benar ketika mengajak ummat memilih Pemimpin yang seiman. Justeru akan menjadi kontroversi jika Marzuki Ali mengajak masyarakat untuk memilih pemimpin yang tidak seiman, tidak beragama atau figure yang atheis komunis.

Memang tak dapat dipungkiri dan akan terasa mengganjal jika kita sedang memperjuangkan idealisme yang kita anut dan kebetulan berseberangan secara politk. Namun mari kita kembali kepada semangat demokrasi dimana mayoritas rakyat yang akan menentukan pilihannya.
Salam.

Syams Jr.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun