Mohon tunggu...
Syamsuddin B. Usup
Syamsuddin B. Usup Mohon Tunggu... wiraswasta -

Kakek dari sebelas cucu tambah satu buyut. Berharap ikut serta membangun kembali rasa percaya diri masyarakat, membangun kembali pengertian saling memahami, saling percaya satu sama lain. Karena dengan cara itu kita membangun cinta kasih, membentuk keindahan hidup memaknai demokrasi.\r\n

Selanjutnya

Tutup

Politik

Hutang Belanda: Saatnya Kita Tagih Kembali

5 Oktober 2010   19:46 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:41 4121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siapa yang percaya kalau dikatakan bahwa Belanda punya utang kepada Indonesia. Tadinya saya berpikiran, syukurlah kalau kunjungan Presiden ke Belanda pada 6 sampai 9 Oktober 2010 berkesempatan menagih kembali utang tersebut. Upsss tau tahunya batal dengan berbagai pertimbangan seperti diungkapkan Kementerian Luar Negeri RI.

Oke, mungkin pada lain waktu dan kesempatan utang itu bisa dibicarakan kembali. Utang apa? Ya utang duit maupun utang kehormatan.

Pada perundingan yang disebut Perundingan atau Konferensi Meja Bundar di Den Hag, 24 Oktober 1949, delegasi Indonesia berdebat alot mengenai bahwa utang Ratu Belanda kepada pihak ketiga lainnya berkenaan dengan biaya pemerintahannya di Indonesia tidak bisa dibebankan kepada Indonesia. Akan tetapi dengan intervensi delegasi Amerika pada Komite PBB untuk Indonesia memberi tekanan berkaitan dengan pengakuan internasional.

Akhirnya delegasi Indonesia menyerah menyetujui untuk membayar sebagian dari utang Belanda akan menjadi harga yang mereka harus membayar untuk transfer kedaulatan. Pada tanggal 24 Oktober 1949, delegasi Repoeblik Indonesia Serikat ( RIS ) setuju bahwa Indonesia akan mengambil alih sekitar 4,3 miliar gulden Belanda utang pemerintah Belanda di Indonesia atau dalam dokumen disebut sebagai Belanda Hindia Timur.

Hasil Konferensi Meja Bundar – Den Hag ini menimbulkan permasalahan serius di dalam negeri dan berdampak politik yang menumbuhkan pertentangan sipil dan militer di Indonesia berkepanjangan. Satu pertanyaan yang tidak terjawab hingga hari ini, mengapa utang Belanda untuk membeli senjata yang menembaki prajurit Indonesia harus menjadi beban rakyat Indonesia.

Kesempatan sekarang untuk memperbaiki keadaan agar Belanda dapat meringankan beban sejarah tersebut dengan membayar seluruh utang talangan tersebut. Bahwa pengakuan internasional sebagaimana penekanan delegasi USA di Komite PBB untuk Indonesia itu, yaitu terhadap RIS bukan terhadap NKRI, Republik Proklamasi 17 Agustus 1945. Sehingga pada pandangan ini, sebagaimana sikap politik Belanda yang hanya mengakui Kedautan Indonesia sebagai negara merdeka pada 27 Desember 1949. Belanda tidak pernah mengakui Proklamasi 17 Agustus 1946 Negara Kesatuan Repoeblik Indonesia hingga dalam jangka waktu 60 tahun kemudian.

Pada 15 Agustus 2005, baru secara resmi Belanda mengakui NKRI, Republik Proklamasi 17 !gustus 1945. Menteri Luar Negeri Belanda ketika itu Bernard Bot atas nama pemerintahnya menghadiri secara resmi Perayaan Republik Proklamasi NKRI pada 17 Agustus 2005. Sementara pada sisi lain konon utang Belanda yang dibebankan kepada Indonesia telah dicicil dan lunas pada 2003. Pada poin ini maka Indonesia mestinya menagih utang talangan tersebut kepada Belanda karena pihak Belanda telah mengakui Proklamasi 17 Agustus 1945. Karena dengan demikian validitas hasil Konprensi Meja Bunda dan seluruh konsekuansinya menjadi batal.

Selama utang talangan 4,3 miliar gulden ini tidak dibayar maka Belanda punya utang kehormatan kepada Indonesia. Saatnya utang tersebut kita tagih kembali.Wees niet bang om te gaan naar Nederland. Het is tijd dat we weer rekening van de schuld.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun