Mohon tunggu...
Syamsuddin B. Usup
Syamsuddin B. Usup Mohon Tunggu... wiraswasta -

Kakek dari sebelas cucu tambah satu buyut. Berharap ikut serta membangun kembali rasa percaya diri masyarakat, membangun kembali pengertian saling memahami, saling percaya satu sama lain. Karena dengan cara itu kita membangun cinta kasih, membentuk keindahan hidup memaknai demokrasi.\r\n

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Apa Memang Betul Kabinet Profesional: Apa Takarannya?

18 September 2014   03:24 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:22 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemerintahan Joko Widodo – Jusuf Kalla menggulirkan sembilan prioritas dengan maksud melakukan perubahan menuju Indonesia yang berdaulat secara politik, serta mandiri dalam bidang ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan. Dengan demikian dalam periode 2014 – 2019 pemerintahan baru nanti, rakyat dapat berharap akan merasakan hasilnya. Tetapi tentu saja dibutuhkan ukuran atau perimeter untuk menilainya secara fair, apakah sukses atau gagal. Sembilan program tersebut meliputi:

1.Membangun tata kelola pemerintahan yang bersih

2.Membangun Indonesia dari pinggiran

3.Reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi

4.Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia

5.Meningkatkan produktivitas dan daya saing.

6.Mewujudkan kemandirian ekonomi.

7.Revolusi karakter bangsa.

8.Memperteguh kebhinnekaan.

9.Memperkuat restorasi sosial Indonesia.

Melakukan penilaian tanpa perimeter tidaklah adil bagi pemerintahan Joko Widodo – Jusuf Kalla. Tidaklah adil jika ada kalangan masyarakat be-es-ha seenaknya menilai bahwa pemerintah gatot alias gagal total cuma dari sisi pandang negative sepihak berdasarkan statemen “Kepala Parpol” tertentu. Padahal baru 100 hari pemerintahan baru berjalan.

Sementara pada sisi lainnya “Kepala Relawan” pihak pendukung ngotot pake demo mengatakan sukses. Penilaiannya berdasarkan pencitraan dari rekayasa opini public melalui berbagai media. Jadi kayaknya dibutuhkan penilaian berdasarkan pandangan professional. Lho kok gitu….

Sedari awal memang koar koar profesionalisme, Zaken Kabinet, cabinet professional. Pemerintahan profesional guna menghindari politik transaksional atau menurut istilah politisi disebut “dagang sapi”. Nah sekarang ada istilah baru “professional parpol” sebanyak 16 fortofolio dan 18 “professional” dari total 34 kementerian. Pada akhir masa jabatan nanti boleh rakyat tuntut kebenarannya, tuntut secara adil berdasarkan takaran professional pula. Apa bisa? Apa dan bagaimana takarannya?

Secara umum bagi dunia usaha, bagi satu perusahaan ada takaran baku kinerja yang biasanya disebut target. Misal…misal ya misalnya,  program tahun 2014 industri mobil “Asem” dengan target produksi 1 juta unit terpenuhi tetapi dari sisi penjualan sepanjang tahun 2014 hanya laku 100 unit terjual, apakah kinerja bisa dinyatakan sukses. Atau statemen BOD bilang sebagai sukses yang tertunda….

Coba aplikasikan untuk program nomer satu: Membangun tata kelola pemerintahan yang bersih. Mungkin standart nilai berdasarkan prinsip Good Government Governance. Adakah tata hukumnya? Apakah menilaian dilakukanoleh instutisu negera seperti Badan Pemerikiksa Keuangan (BPK) dengan istilah Wajar Tanpa Pengecualian. Atau adakah lembaga lainnya atrau apakah dilakukan oleh perusahaan konsultan politik. Atau oleh LSM di luar negeri yang menyelenggarakan kontes internasional dan mengumumkan peringkatnya. LSM luar negri yang memuji sesusai besaran donasi sponsoring…..hasilnya publikasi 10 presiden terbaik dunia oleh majalah sometimes.

Program nomer dua: Membangun Indonesia dari pinggiran. Kalau wilayah Indonesia ini dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote. Pinggiran Indonesia itu yang mana sih. Sukses bagaimanaaaa... gagal bagaimana. Harus jelas agar bisa diukur dan ditakar dengan pasti tidak berdasar statemen politik Kepala Parpol pendukung. Tidak berdasarkan debat kusir acara "Obrolan Televisi". Mengapa? Karena ini cabinet zaken, kabinet professional, bukan cabinet abal abal.

Selanjutnya program Reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi. Apakah dalam hal ini targetnya hanya melakukan pembenahan system penegakan hukum dan negeri ini nihil atau nol korupsi. Apakah ukurannya tidak ada lagi korupsi di negeri ini atau nol tipikor. Atau apakah penilaian pakai persentasi, misalnya 40% pemberantasan korupsi sudah tercapai lantas tergolong sukses dengan alasan korupsi di Indonesia sudah membudaya. Jadi 40% sudah bisa dibilang pemerintah sukses memberantas korupsi.

Ataukah dengan statemen kepala parpol bahwa pemerintah sudah sukses melaksanakan “Reformasi system telah berhasil,  tinggal menjalankannya saja oleh pemerintahan periode 2019-2024”. Maklum kita ini terkadang suka sekali menghaluskan atau sebaliknya sarkastik. Pengertian bisa saja terbalik balik. “Bebas korupsi” diguyonkan bebas melakukan korupsi kapan saja dimana saja asal tidak ketahuan…..

Apa memang betul ada pemerintahan professional?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun