Semangat berliterasi bukan saja datang dari perkotaan, bisa juga dari pelosok Negeri. Indonesia sejatihnya bukan milik orang perkotaan, tapi milik semua kalangan yang sampai di pelosok Negeri. Itu sebabnya, pemuda yang berada di perkotaan lebih mengetahui perkembangan informasi. Hal ini wajar saja, karna sebab. Informasi datang lebih duluan di kota baru ke pelosok.
Rasa sadar itu mulai menjaja tiap anak muda Sawai, dimana mereka datang menimbah ilmu di kota dan akan kembali ke kampung halamannya untuk berbagi pengetahuan buat masyarakat yang berada di Sawai, itu terbukti dengan membentuk suatu komunitas Rumah Baca Kapata Negeri Sawai. Rumah Baca Kapata Negeri Sawai sendiri bergerak pada isu pendidikan, lingkungan dan menjadi tempat kreatifitas buat si-anak yang mau belajar.
Rumah Baca Kapata Negeri Sawai baru bergerak sekitar 3-6 bulan yang lalu dengan 10 buku untuk menjajakan kepada anak-anak di sekolah. Sampai sekarang buku yang terkumpul sekitar 300-500 dari para donator, mulai dari buku cruw Rumah Baca, mahasiswa Sawai serta para donasi yang lain. Kegiatan pertama yang melibatkan semua stecholder Negeri, dimulai dari toko pemerintah, pendidikan dll. Kegiatannya beruba talksow, berbagai cerita tentang literasi. Sambil mempertanyakan eksitensi pemuda/pelajar sebagai tokoh pengerak.
Seperti sajak singkat dari Ir. Soekarno (Sang Proklamator Bangsa Indonesia) ia perna berkata bahwa " Berikan aku 10 pemuda, maka aku akan guncangkan dunia " tapi terbalik dari pada itu sebenarya tidak perlu bersusa payah untuk mengumpulkan 10 pemuda. Kita cuman perlu kesadaran diri dari tiap anak muda yang ada Indonesia atau paling terkecil adalah kampung halaman.
Agar tercapainya makna Merdeka. Kata merdeka tidaklah harus di pandang saat momentum hari RI 17 Agustus saja, tapi harus paham secara histori (perjalanan). Karna apa ! Merdeka bukan cuman milik jakarta dengan jawa, tapi milik semua orang yang ada di pelosok Indonesia.
Bagaimana si-anak dapat mengetahui jawa, aceh, sumatra, kalimantan, maluku dan lain-lain. Kalau pesan itu tidak tersampaikan sampai pelosok desa (kampung halaman). Â Lalu kita yang berguru di tanah orang harus menunggu sampai 20 tahun untuk pemerintah mendengar aspirasi kita, itu perlu waktu lama. Bisa saja sebelum sampai 20 tahun, kamu duluan di panggil yang kuasa. Maka pesan sadar harus terus di sampaikan terus menerus sampai lintas generasi pun dengan indikator terbebasnya kebebasan berpikir, baru itu di namakan Merdeka seutuhnya.
#Salam Literasi Dari Pelosok Sawai
#Salam Kompasianer Amboina
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H