Dalam konsep "kritis" tentu memberi pelatihan kerja saat "kritis pandemi" adalah kesia-siaan. Apa yang dapat dikerjakan saat kritis penyakit didepan mata. Memberi perlindungan kesehatan/keselamatan kerja, perlindungan "ketahanan hidup" tentu yang utama, setalh nya baru "berlatih.
Pusaran Instan juga mendominasi para penyedia konten pelatihan:Â Karena mengejar "target", dan tentu "peluang dana trilyunan", dengan kehlian media dan visual, para penyedia konten Pra kerja Menawarkan "Surga" -- Surga bahwa setelah meng klik kontennya akan dapat langsung membuat produk, membuat kueh, membuat kerajian, menjadi ahli, bisa bekerja dan surga lainnya.
Bagaimanapun pendekatan "komersial" para penyedia konten, akan berlomba menyediakan kontens dengan tidak mengindahkan "protokol pengajaran yang baik dan sehat" -- Dari mulai silabus, Â materi dan penyaji materi. Dunia Pelatiha Online kita, persis seperti yang disampaikan disampaikan oleh Tom Nichols (2017) , dalam bukunya Matinya para ahli dan Keahlian (2017).Â
Karena yang mengajar keahlian tidak diketahui kualifikasinya, siapapun saja dapat mengajarkan hanya mengumpulkan bahan- dari Internet lalu dibuat videonya. Bagaimana kualifikasi keahlian ? harus dipertanyakan. Juga terkait materi keahlian , apa memang siap untuk "dunia kerja kedepan" apa memang siap untuk menjadikan "wirausaha". Â Sekali lagi semua pasti akan ingat bahwa membangun usaha tidak bisa dengan secept membalik tangan.
 Bagi Peserta/calon peserta Kartu Pra Kerja tentu ada mimpi  "surga"; untuk  dengan cepat "selamat dari kritis pandemi" Surga utamanya adalah tentu "bantuan Tunai" dan selanjutnya dapat "pelatihan " . Tapi apakah dengan pelatihan akan dapat segera melakukan usaha ? tentu tidak , darimana modal? Jangan sampai banuan tunai untuk bertahan malah jadi modal usaha yang belum tentu jelas menghasilkan, dan akhirnya habis dengan sia-sia.Â
Demikian juga  jangan terlalu berharap bahwa setelah pelatihan dari Kartu Pra Kerja dengan latihan yang hanya beberapa hari,akan langsung bekerja > Sebelum Pandemi  jutaan lulusan SMK dan Sarjana  yang sudah berlatih lebih dari 3 tahun pun hari ini masih menganggur , mencari pekerjaan dan bahkan di saat pandemi yang sudah bekerja pun kehilangan pekerjaanya. Lebih baik dana dari Kartu Pra kerja di pergunakan dengan sebaik-baiknya untuk bertahan dan mengambl pelatihan yang ringan -ringan saja menambah pengetahuan
Bagi Masyarakat ? jelas kondisi masyarakat yang sudah lama masuk dalam pusaran budaya instan, sebagai bagian dari industri budaya seperti disampaikan Theodore Adorno & Max Horkheimer. Dan juga masuk dalam industri budaya digital yang selalu instan, tentu harapan  yang lebih realisitis pada masa pandemi dan new Normal adalah bantuan dana tunai untuk berahan hidup. Bantuan tunai akan cepat digunakan (walau cepat habis juga)
 Lalu bagaimana Bagaiman kedepan, agar keluar dari Pusaran Budaya Instan ? terlebih menempatkan "pelatihan dalam Kerangka Kartu Pra Kerja dalam bingkai "pelatihan selama Hidup untuk Bekal hidup?
 Tindakan menghentikan sementara Kartu Pra Kerja adalah tindakan tepat! Â
Bagaimanpun dalam era digital yang serba cepat, In seperti disampaikan Prof. Brian W. Kernighan, dari MIT, dalam bukunya yang berjudul Understanding the Digital World (2017) "jeda sesaat " adalah penting diperlukan. Ini semata untuk memberi ruang agar otak memberi pertimbangan "rasionalitas", memilih kembali jalan yang tepat sebelum jari jempol memutuskan melanjutkan.
 Demikian juga pakar manajemen Alastair Hazell, dalam kolomnya "Dunia Instan" mengajak semua untuk "Meninggalkan Handphone sejenak " dan kembalilah ke " dunia nyata".Â