Mohon tunggu...
Syam Asinar  Radjam
Syam Asinar Radjam Mohon Tunggu... Petani - petani

petani

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Mengendara Khayal

14 September 2010   00:58 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:16 336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
12911415391007198372

Kembali ke kendaraan khayalan. Pada kesempatan itu Lang Ling Lung, eh Nang Seno menunjukkan sebuah prototipe kendaraan terbang. Hanya sebentuk bilah. Kalau tak salah penelitian ia lakukan ditemani seorang mahasiswanya. Atau barangkali sang mahasiswa lah yang meneliti dan ditemani Nang Seno. Lupa persisnya.

Kendaraan dalam khayal Nang Seno itu bisa terbang tanpa mesin. Mirip semacam layang-layang. Tapi tanpa tali. Bentuknya tipis, selonjong kelopak tipis yang menyelubungi se-tumpus biji mahoni. Agak melengkung pula.

Cara kerjanya begini; meluncurlah bersamanya dari satu titik tinggi. Setiap turun 1 meter vertikal, ia akan mengantarkan anda sejauh 1 kilometer horizontal. Dengan penghitungan ini, bila titik awal peluncuran adalah Puncak Carstenz di pegunungan Jayawijaya (Papua Barat), hanya butuh satu stasiun peluncuran kecil untuk mencapai Sabang (NAD). Jarak (garis lurus) Sabang- Merauke sekitar 5244 km. tentu dengan mengabaikan penghalang macam gunung atau gugusan bukit, gedung tinggi, menara BTS provider telpon selular, pohon, dan tiang listrik. Tanpa mesin tanpa energi berbayar.

Sembari mendengar tutur Nang Seno, ingatan saya berlari ke buah pohon merawan. Buah bersayap atau disebut samara. Merawan adalah nama lokal pohon yang kayunya kelas atas di kampung saya. Saya tak menemukan nama latinnya. Salah satu jenis buah samara adalah meranti (Shorea roxburghii).

Pada prototipe kendaraan Nang Seno hanya satu bilah sayap, pada merawan bilahnya seingat saya sepasang meski kadang lebih dari dua. Bila sedang musim buahnya merawan jatuh, sayapnya berkitir, akrobat mereka di udara jadi pemandangan yang saya suka di masa kecil. Menjumputi satu-satu mereka yang tergeletak di tanah dan melemparkan kembali ke udara mirip memencet tombol mesin penimbul rasa girang.

Suatu hari, bendera setengah tiang banyak berkibar. Dari radio saya akhirnya tahu. Soeharto, simbol Orde Baru meninggal dunia. Saat yang sama saya sedang pusing tujuh keliling berputar-putar kawasan Sambisari, mencari workshop Nang Seno. Dan setelah melacak jejaknya dengan berkirim SMS ke beberapa sahabat termasuk kawan yang dulu aktif beberapa organisasi lingkungan, ternyata Nang Seno sudah berpulang. Workshopnya ikut redup sepeninggalnya.

Sembari mengenangkan Nang Seno berikut kendaraan ajaibnya (serta kincir sumbu ulir yang bila kesampaian saya ingin ia ada di Cijapun) saya berkhayal di tepi Cijapun tumbuh sepokok pohon merawan. Duduk berlindap di bawahnya membaca khayalan-khayalan tercatat milik para pengkhayal agung. Mereka yang lahir mendului zaman. Mereka yang tak pernah mengira bahwa khayalan mereka pada akhirnya ternyata niscaya. Mereka yang secara tak sadar mengilhami orang-orang malas macam saya untuk berhayal. Macam Karl May yang khayalnya mengarungi Tanah milik bangsa Indian, menjadi Old Shatterhand. Menenteng sang pembunuh beruang, senapan laras gandanya. Membela yang betul-betul perlu dibela.

Lalu pergi kemana saja berkendara khayalan sendiri. Mudah-mudahan bukan khayalan yang bukan-bukan.

[SyamAR; Cijapun - LeBul, 30 Ramadhan – 1 Syawal 1431 H]

Ilustrasi dioprek dikit dari hasil nyomot di Red-Castle

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun