Pertanian Universitas Brawijaya mengambil inisiatif untuk memanfaatkan limbah kubis, batang pisang, dan kotoran kambing sebagai bahan baku pembuatan pupuk kompos di Desa Argosuko dengan 3 jenis bioaktivator, yaitu EM-4, M-21, dan MOL (hasil buatan petani).
Desa Argosukko, 14Â Juli 2024 - Kelompok mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) FakultasBimbingan Teknis (BIMTEK) tersebut dilakukan di rumah salah satu pengurus dan dijalankan bersama anggota Kelompok Tani Argomulyo 2 dengan judul kegiatan yaitu "CO-WAL: Sosialisasi dan Praktik Pembuatan Pupuk Organik Kompos Dengan Pemanfaatan Limbah Pertanian dan Kotoran Kambing di Dusun Wangkal Lor dalam Mendukung Sustainable Development Goals Poin 12 (Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung Jawab) dan 15 (Kehidupan di Atas Darat)".
"Alhamdulilah permasalahan di Wangkal Lor itu tidak ada, maksudnya tidak berpengaruh besar dan beberapa sudah berhasil diatasi. Mungkin petani akan tertarik dengan program kerja mengenai pembenah tanah seperti pupuk dari kotoran ternak, karena biasanya petani di sini langsung saja mengaplikasikan kotoran ternaknya ke tanah," jelas Bapak Imam Utomo sebagai Bendahara Kelompok Tani Argomulyo 2.
Maka dari itu, program kerja pupuk kompos merupakan pilihan yang tepat karena bukan hanya dapat memaksimalkan penggunaan limbah pertanian dan peternakan, namun juga dapat menekan biaya yang dikeluarkan untuk pembelian pupuk kimia serta  bermanfaat untuk menjaga kualitas tanah karena penggunaan pupuk kompos merupakan salah satu cara dalam mewujudkan pertanian berkelanjutan dengan penerapan pertanian ramah lingkungan.
Pemilihan kubis sebagai bahan baku dikarenakan kubis merupakan salah satu komoditas hortikultura unggulan Desa Argosuko dengan nilai kandungan hara fosfor dan kalium yang tinggi dengan C/N rasio rendah yang mana kandungan tersebut juga sama seperti pada batang pisang. Selain itu kambing juga merupakan hewan ternak yang paling banyak dikembangbiakkan dengan nilai kandungan hara nitrogen dan kalium pada kotorannya dua kali lebih besar dibandingkan dengan kotoran sapi.
Penggunaan tiga bioaktivator yang berbeda dilakukan untuk mengetahui seberapa cepat mikroorganisme dari masing-masing bioaktivator dalam mendekomposisi bahan mentah yang digunakan untuk pembuatan kompos. Adapun sebelumnya bahan yang telah ditemukan akan dicacah terlebih dahulu sebelum dicampur dengan bioaktivator dan molase sebagai bahan makanan mikroorganisme yang selanjutnya dimasukkan ke dalam compost bag.
Mahasiswa juga memberikan himbauan kepada petani serta melakukan kegiatan rutin mengenai pembalikan kompos setiap satu minggu sekali dan pengecekan suhu setiap 3 hari sekali dengan tujuan untuk mengetahui fase-fase kompos seperti mesofilik, termofilik, dan pendinginan sebelum kompos siap untuk dipanen.
Berdasarkan BIMTEK yang telah dilakukan, salah satu anggota Kelompok Tani Argomulyo 2 menyebutkan bahwa kegiatan ini menambah wawasan petani mengenai langkah-langkah pembuatan kompos secara tepat, pemilihan bahan baku yang benar, serta ciri kompos yang siap panen. Bapak Imam Utomo berharap bahwa kegiatan ini bisa dilakukan oleh petani dalam jangka panjang kedepannya sehingga mengurangi ketergantungan terhadap pupuk kimia dan dapat memberbaiki kualitas tanah di Desa Argosuko.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H