Di akhir latihan, Kakek mengajak mereka duduk bersila mengelilinginya. Dengan suara dalam dia berpesan, " Salat dan silat itu di takdirkan hanya berbeda sedikit penyebutan. Sesungguhnya, keduanya jalan menuju Tuhan jua. Selama di surau ini saya ingin kalian bisa keduanya dan tahu menempatkan kapan harus bersilat dan kapan bersalat. Silat dan salat saja tidak cukup. Lengkapi dengan ilmu hidup. Makanya, teruslah kalian menuntut ilmu dimana saja dengan memakai cara orang Minang seperti di petitih ini : Nan satitak jadikan lawuik, nan sakapa jadikan gunuang, alam takambang jadi guru. Yang setetes jadikan laut, yang sekepal jadikan gunung, alam terkembang jadi guru."
Kakek mengangkat Hepi, Zen dan Attar menjadi asistem pengurus surau. Dan loteng tertinggi di Surau Gadang resmi menjadi markas rahasia yang mereka bangga kan " Sarang Elang". Di " Sarang Elang." Meneropong rumah hitam dari jauh rumah yang di huni oleh pendeka Luko. Semakin banyak orang bercerita kepada Hepi tentang pendeka Luko dan rumah hitamnya, tidak peduli itu cerita -cerita mengerikannya, semakin hanyut dia dalam rasa penasaran.
Dia baru akan mengucapkan salam dan mengetuk pintu, tapi daun pintu itu terbuka sendiri bagai ditiup angin. Mereka terus berjawab- jawaban dan malam larut dengan bergegas.
" Pertama kau datang, aku melihat sedih tampak di matamu. Saat aku baca surat kau ada puisi liris di dalamnya. Bahkan dulu, saat aku melihat kau baru datang di kampung ini, aku melihat luka yang masih segar."
"Karena sedih dan luka kau yang masih segar itu aku bertanya. Karena aku ingin membantu kau dengan semua ceritaku. Bagaimana sedih dan merasa terbuang itu melemahkan. Bagaimana terlalu berharap kepada manusia dan makhluk itu mengecewakan. Jadi, kalau merasa di tinggalkan, jangan sedih. Kita akan selalu ditemani dan ditemukan oleh yang lebih penting dari semua ini. Resapkan : kita tak akan di tinggalkan Tuhan. Jangan takut sewaktu menjadi orang terbuang. Takutlah pada kita yang membuang waktu.kita tidak dibuang, kita yang merasa dibuang. Kita tidak di tinggalkan, kita  yang merasa di tinggalkan. Ini hanya soal bagaimana kita memberi terjemah pada nasib kita."
Maafkan, maafkan, maafkan. Lupakan. Nasihat Pendeka Luko dalam puisinya
Bersama dengan " Sarang Elang" Hepi, Zen dan Attar menjadi pahlawan cilik untuk kampungya.
Terima kasih kepada  Pak A. Fuadi sudah menulis novel ini sehingga para pembaca bisa merasakan petualangan seru
Bersama Pak Fuadi mengajak kita pulang dari rantau, bukan sekedar mengingat tetapi untuk membangkitkan lagi kekuatan kampung halaman.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H