Ketika berjalan-jalan ke Kota Padang, jangan heran bila tiba-tiba ada rombongan yang mengenakan pakaian tradisional Minangkabau berjalan dalam barisan panjang atau menggunakan kereta kuda di jalan raya dengan iringan musik tradisional khas Minangkabau. Barisan panjang itu dikenal dengan sebutan baarak atau arak-arakan. Baarak merupakan bagian dari prosesi babako dalam upacara pernikahan Minangkabau. Anak daro (mempelai perempuan) dan marapulai (mempelai laki-laki) akan diarak beramai-ramai oleh keluarga dari rumah bako (saudara perempuan dari ayah anak daro) menuju ke rumah orangtua anak daro untuk melanjutkan prosesi pernikahan selanjutnya. Baarak biasanya dilakukan dengan berjalan kaki ataupun menggunakan bendi (kereta kuda/delman).
Pada awalnya baarak hanya dilakukan dengan berjalan kaki, namun seiring berkembangnya zaman muncullah inisiatif dari pemilik atau kusir bendi untuk menggunakan bendi sebagai pengangkut keluarga yang jumlahnya tidak sedikit dalam melakukan baarak ini. Keluarga yang ikut baarak membawa serta hadiah atau hantaran dari rumah bako. Penggunaan bendi untuk baarak dianggap membuat acara menjadi lebih meriah, karena itu baarak dengan menggunakan bendi menjadi budaya menurun. Dalam pelaksanaanya, baarak atau babendi diiringi oleh permainan musik tradisional Minangkabau yang terdiri atas talempong pacik, pupuik sarunai, dan gendang tambua. Namun sekarang penggunaan musik tradisional dalam baarak mulai tergeser oleh musik Pancaragam yang menggunakan alat musik modern seperti saxophone, trumpet, trombone, snare drum, dan bass drum.
Bendi yang digunakan pengantin untuk baarak dengan bendi yang digunakan rombongan keluarga berbeda jenisnya. Bendi yang dinaiki pasangan pengantin disebut bendi kencana. Bendi kencana memiliki empat roda, dihias sedemikian rupa dengan pernak-pernik yang dominan berwarna emas dan kuning, payung dengan warna senada, serta bunga. Sedangkan untuk rombongan keluarga menggunakan bendi biasa dengan dua roda. Biasanya, yang berada di belakang bendi kencana adalah mobil pemain musik, baru setelahnya diarak oleh bendi-bendi yang dinaiki keluarga.
Baarak dengan menggunakan bendi bukanlah sebuah keharusan, baarak bisa dilakukan dengan berjalan kaki atau dengan kendaraan lain atau bahkan tidak dilakukan sama sekali. Karena babako sendiri dapat dilakukan sesuai dengan kemampuan masing-masing bako. Namun penggunaan bendi dianggap memiliki unsur budaya didalamnya dan terlihat lebih menarik. Penggunaan bendi juga dapat menjadi simbol kebanggaan terhadap anak daro, serta dapat menjadi penunjuk status ekonomi. Baarak yang dilakukan di jalan raya sendiri sebenarnya cukup menarik untuk menjadi tontonan sekaligus menambah pengetahuan wisatawan yang belum mengenal kebudayaan Minangkabau sama sekali. Selain melengkapi proses pernikahan, secara tidak langsung dengan melakukan baarak atau babendi sama saja dengan melestarikan dan mempertahankan salah satu tradisi Minangkabau. Baarak yang dilakukan di jalan juga dapat membantu pemuda dan pemudi kota Padang untuk mengetahui dan mengingat kembali tradisi ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H