Konflik Poso 1998–2001 adalah salah satu peristiwa terburuk dalam sejarah Indonesia pasca reformasi. Konflik ini melibatkan ketegangan antar kelompok berdasarkan ras, suku dan agama yang kemudian berkembang menjadi konflik horizontal berskala besar. Peristiwa ini tak hanya menyebabkan kerusakan fisik berupa hancurnya infrastruktur, tetapi juga meninggalkan luka sosial yang mendalam bagi masyarakat lokal dan bangsa secara keseluruhan.
Semboyan negara Indonesia adalah Bhineka Tunggal Ika yang berarti berbeda tetapi tetap satu. Semangat persatuan dan keberagaman yang menjadi kebanggaan bangsa tercermin dalam semboyan ini. Namun, di balik cerita indah tentang keharmonisan, ada tantangan yang sering mengancam persatuan.Pada awalnya, konflik Poso dipicu oleh ketidaksepakatan agama yang meningkat karena kurangnya intervensi pemerintah. Ketidakadilan sosial, ketimpangan ekonomi dan tindakan pemerintah yang lamban hanya memperburuk keadaan sehingga menyebabkan kasus kekerasan yang sulit dihentikan. Ribuan orang melayang dalam waktu singkat, komunitas yang dulunya berdampingan terpecah dan gelombang pengungsian massal tidak terhindarkan terjadi. Selain itu, provokasi yang dibiarkan muncul tanpa pengawasan menimbulkan rasa takut di masyarakat dan merusak struktur sosial yang sudah lemah. Tragedi ini menunjukkan betapa mudahnya konflik muncul ketika keberagaman tidak dikelola dengan baik.
Meskipun konflik Poso telah berlalu lebih dari dua puluh tahun, kepentingannya masih terasa hingga hari ini. Polarisasi sosial berbasis identitas masih menjadi masalah di Indonesia saat ini. Teknologi informasi seharusnya menghubungkan orang, tetapi seringkali menjadi alat untuk menyebarkan informasi yang salah, ujaran kebencian dan provokasi yang memperburuk perbedaan. Polarisasi ini semakin kuat di dunia nyata dan di dunia digital terutama melalui media sosial yang menjadi bagian penting dari kehidupan sehari-hari masyarakat. Karena dampaknya yang luas termasuk di kalangan generasi muda, tantangan ini menjadi semakin kompleks.
Tragedi seperti konflik Poso memberikan pelajaran penting tentang pentingnya toleransi dan keseimbangan sosial bagi Generasi Z yang tumbuh di tengah kemajuan teknologi. Sejarah menunjukkan bahwa persatuan selalu terjadi melalui upaya sadar untuk menghormati satu sama lain dan mengelola keberagaman dengan adil. Oleh karena itu, memahami konflik Poso adalah cara untuk mengenang masa lalu dan mencegah kesalahan yang sama terulang di masa depan. Untuk menghindari perpecahan, generasi muda harus menyadari bahwa mereka memiliki tanggung jawab besar untuk menggunakan teknologi untuk menyebarkan nilai-nilai empati dan inklusivitas.
Tragedi Poso juga menunjukkan bahwa perdamaian adalah hasil dari proses yang melibatkan semua bagian masyarakat. Untuk menjaga keberagaman, pemerintah, tokoh agama, komunitas dan individu  sangat berperan penting. Serta, untuk memahami bahwa perbedaan adalah kekuatan bukan ancaman menjadi kunci untuk masa depan yang aman bagi generasi muda. Selain itu dengan mengambil pelajaran dari masa lalu, generasi berikutnya dapat mewujudkan Bhineka Tunggal Ika sebagai nilai yang tidak hanya diucapkan tetapi juga dihayati dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H