Mohon tunggu...
SYALAISA AMARA
SYALAISA AMARA Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya suka menulis dan bertualang menjelajahi tempat-tempat baru

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kehidupan Tersembunyi di Kolong Jalan Tol Angke

11 Januari 2023   12:45 Diperbarui: 11 Januari 2023   13:00 860
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kehidupan di bawah jalan Tol Angke merupakan persoalan lama di Jakarta Barat. Kehidupan masyarakat yang serba kekurangan di kawasan tersebut seolah tak menuai sorotan pemerintah meski sudah berlangsung selama bertahun-tahun.

Jalan Tol Angke 2 Jelambar, Jakarta Barat merupakan salah satu jalan tol yang dihimpit oleh Kali Grogol. Adanya kehidupan tersembunyi di bawah jalan tol tersebut merupakan bukti sisi gelap dari gemerlapnya kehidupan perkotaan di Jakarta.

Di bawah kolong tol, terdapat salah satu sekolah non formal yaitu Sekolah Pondok Domba yang dibangun saat Kalijodo digusur, dengan bantuan guru-guru relawan dari Jakarta untuk mengajar disana. Selain sekolah, ada pula Gereja Ciwawa sebagai tempat ibadah yang mereka yakini.

Halimah---bukan nama sebenarnya, merupakan warga yang sudah tinggal di bawah kolong tol selama 56 tahun, mengungkapkan dulunya Jalan Tol Angke ini adalah rawa-rawa yang kemudian di bangun pemukiman penduduk. Namun setelah itu, digusur dan dibangunlah jalan tol. 

Ia menambahkan, akses masuk ke kolong tol yang sulit bagi orang dewasa karena perlu menundukan kepala. Kumuhnya tempat tinggal tersebut, ujar Halimah, sudah menjadi makanan sehari-hari bagi warga yang tinggal disana.

Wati, seorang warga yang telah lama menempati kolong tol selama 20 tahun mengatakan sulitnya mendapatkan air bersih untuk mandi cuci dan kakus menjadi salah satu keluhan masyarakat di sana. "Untuk air kita beli pikulan ke orang, yang jual itu ngambilnya di Petak Kodok," ucap Wati, Minggu (6/10).

Lanjut, Wati mengatakan mereka ingin beralih dari tempat tersebut namun terhalang secara finansial. Bahkan, ujarnya, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari pun kesulitan. "Kalau berniat pindah sebenarnya mau, cuma terkendala keuangannya karena suami saya kerja untuk kebutuhan sehari-hari saja," tutur Wati, Minggu (6/10).

Wati sendiri menjelaskan, dahulu pemerintah pernah menawarkan masyarakat setempat untuk pindah ke rumah susun sederhana sewa (rusunawa) di Marunda. Namun, ucap Wati, hanya beberapa orang saja yang mengikuti imbauan tersebut karena masih banyak warga yang belum mampu membayar tagihan di tempat tersebut.

Pihak Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Direktorat Jenderal Bina Marga dengan Pihak Jasa Marga sendiri telah memberikan larangan untuk masuk dan memanfaatkan wilayah tersebut.

Tertulis dalam papan nama proyek bahwa terdapat ancaman pidana bagi siapa saja yang masuk dan memanfaatkan tanah tersebut dengan ancaman pidana Pasal 167 ayat 1 dihukum 9 bulan penjara, Pasal 389 dihukum 2 tahun 8 bulan penjara dan Pasal 551 dihukum denda.

Reporter: SA

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun