Mohon tunggu...
Abdul Syakur
Abdul Syakur Mohon Tunggu... -

"Mumpung masih sehat, banyakin ibadat dan berbuat yang manfaat.\r\nKalo udah sakit, boro-boro ibadat, bawa diri aja kagak kuat."

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Entahlah.... Jadi Apa Negeri Ini

4 Maret 2015   22:54 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:10 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Makin ke sini, makin ramai hiruk pikuk kehidupan bangsa ini. Pemerintahan Jokowi yang baru beberapa bulan ini, tak habis-habisnya makin membuat riweh bukan makin tenang dan damai. Rakyat menyaksikan begitu serunya perebutan kekuasaan antara manusia-manusia yang mengaku pembela rakyat. Ngomongnya sih buat kepentingan rakyat, tapi nyatanya tidak ada yang berbekas dan berarti buat rakyat. Ngakunya untuk menyelamatkan negara, tapi penyangga negara makin digrogoti.

BBM harganya tidak menentu, tiba-tiba naik tanpa pemberitahuan. Kata sang penguasa, kenaikan harga BBM tidak perlu diumumkan. Ya kita rakyat tidak bisa berbuat banyak. Toh tidak seperti zamannya SBY. Kalau saat itu, SBY mau menaikkan saja, baru mau, demontrasi sudah di mana-mana terjadi. Bahkan lahir buku Putih untuk menolak kenaikan BBM. Tapi sekarang, penguasa yang ngaku pembela rakyat menaikkan BBM, tidak ada demo penolakan. Apa ga ada yang membiayai kali ya? Jadi sepi-sepi aja. Kalaupun ada demo penolakan, tidak ada media televisi yang menayangkannya. Demonya dibuat ga laku.

Duh makin sedih lihat negeri ini kalau kita liat pertarungan KPK-Polri. Tidak ada habis-habisnya perseteruan itu terjadi. KPK makin hari makin "hancur", sang presiden sebagai penguasa dengan gaya "cuek"nya membiarkan saja. Alasannya tida boleh ada intervensi dalam hukum. Inilah sejarah terburuk bangsa ini. Kita akui ko, KPK bukan malaikat yang tak bercacat. Tapi pengkebirian KPK merupakan awal sejarah kehancuran hukum negeri ini.

Rakyat makin susah di era pemerintahan ini. Beras yang merupakan kebutuhan pokok rakyat kecil, melambung di atas awan, sehingga jauh dari jangkauan rakyat jelata. Rakyat menjerit kesuliatan. Buat rakyat kecil, kenaikan beras merupakan pukul telak dari penguasa yang ngakunya pro rakyat. Bisa dibayangkan, saat kampanye ngaku-ngaku pro rakyat, tapi begitu jadi penguasa malah memberatkan rakyat yang telah mendukungnya. Sakitnya tuh di sini!!! Masa sih beras aja ga bisa urus.

Dulu harga tiket kereta sangat merakyat, rakyat kecil bisanya nyaman naik kelas ekonomi, dengan tiket enam puluh ribuan sampai seratus ribuan, rakyat senang. Eeeeh sekarang, kenyamanan itu hilang, sebab subsidi kereta dicabut. Sekarang harga kelas ekonomi minimal tiga ratus ribuan.

Banyak beban yang makin berat dipikul oleh rakyat. Dulu sekolah Swasta dapat BOP dari pemerintah. eeeh sekarang BOP-nya distop, katanya ada oknum sekolah yang menyelewengkan dana tersbut. Tapi kenapa lumbungnya yang dirubuhin kalo mau nangkap tikus. Ya ga gitu-gitu banget lah. Tikusnya yang dikejar ditangkep. Lumbungnya ya biarin tetap ada. Sekolah yang benar yang bagus tetap diberikan.

Ini unek-unek aja dari seorang rakyat yang prihatin terhadap bangsa ini. Tetap optimis terhadapa negeri ini. Bahwa negeri ini bisa menjadi negeri yang berkah dan makmur buat rakyatnya bukan pejabatannya to. Yakin masih banyak orang-orang baik yang siap memimpin negeri ini sebagai pembela pribumi dan rakyat asli Indonesia. Kita berharap ada pemimpin yang mampu mengembalikan hak-hak rakyat kepada rakyatnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun