Indonesia saat ini benar-benar berada di tengah krisis demokrasi yang semakin jelas terasa "menjijikannya" oleh rakyat.Â
Di saat seharusnya pemerintah dan DPR RI bekerja keras untuk mempertahankan dan memperkuat demokrasi, kita justru menyaksikan bagaimana mereka tampak sibuk mengutak-atik hasil keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) demi memenuhi kepentingan politik semata.Â
Bahkan, tidak hanya itu, DPR RI, yang seharusnya menjadi representasi kepentingan rakyat, justru lebih mengutamakan syahwat kekuasaan mereka sendiri daripada menjalankan mandat rakyat, seperti yang terlihat dari diabaikannya Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset Koruptor.
Ironinya dalam Menyikapi Keputusan MK: Ketika Kepentingan Elit Mengambil Alih
Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) sejatinya merupakan landasan hukum tertinggi yang final dan mengikat. Keputusan ini seharusnya tidak boleh diganggu gugat, apalagi oleh para politisi yang memiliki kepentingan pribadi atau kelompok. Namun, apa yang kita saksikan hari ini adalah sebuah ironi besar dalam perjalanan demokrasi Indonesia.
Ketika MK mengeluarkan keputusan yang tidak sesuai dengan keinginan rakyat, DPR RI dan pemerintah terlihat begitu mudah menyetujuinya tanpa banyak perdebatan.Â
Padahal, keputusan tersebut jelas-jelas tidak mewakili aspirasi rakyat. Namun, ketika MK akhirnya mengeluarkan keputusan yang sejalan dengan kehendak rakyat, situasinya berubah drastis. Koalisi Indonesia Maju Plus, yang didukung penuh oleh lembaga Kepresidenan, justru merasa perlu untuk mengutak-atik keputusan tersebut agar sesuai dengan agenda politik mereka.
Keputusan MK yang berpihak pada rakyat ini seharusnya menjadi angin segar bagi demokrasi Indonesia. Namun, fakta bahwa para pemangku kekuasaan merasa perlu untuk mengubahnya demi kepentingan politik mereka menunjukkan bahwa ada sesuatu yang sangat salah dalam sistem demokrasi kita. Ini bukan lagi soal perdebatan politik biasa, tetapi soal integritas dan kepercayaan terhadap lembaga-lembaga negara yang seharusnya netral dan berdiri di atas semua golongan.
Â