Bicara mengenai siapa yang bertanggung jawab atas buruknya kualitas udara di Jakarta dan sekitarnya adalah sesuatu yang paling mudah untuk diucapkan. Kita hanya menunjuk "hidung", tanpa perlu berbuat sesuatu untuk memperbaikinya.
Akhirnya, kita semua hanya bisa saling menyalahkan satu sama lain, solusi yang ada pun jadi lewat begitu saja, sehingga tak bisa lagi menjawab persoalan yang ada.
Kalau kita mau jujur, kotornya udara di langit Jakarta memang berasal dari berbagai faktor, termasuk juga dari kendaraan bermotor berbahan bakar fosil, industri, konstruksi, dan juga faktor alam seperti cuaca. Artinya, memang tidak ada satu "biang keladi" tunggal yang bisa disalahkan untuk polusi udara di suatu kota.
Polusi udara biasanya merupakan hasil dari interaksi kompleks dari berbagai aktivitas manusia dan faktor lingkungan. Pemerintah, industri, dan juga masyarakat memiliki peran penting dalam mengurangi tingkat polusi udara dengan tentu saja mengadopsi praktik yang lebih ramah lingkungan.
Apa yang terjadi di Jakarta misalnya, masalah polusi udara bisa disebabkan oleh banyak faktor, termasuk tingginya jumlah kendaraan bermotor, pola pembakaran sampah yang tidak tepat, industri, serta kondisi geografis yang dapat mempengaruhi sirkulasi udara dan polusi.
Oleh karena itu, solusi untuk mengurangi polusi udara, juga harus melibatkan berbagai tindakan yang mencakup peraturan yang ketat terkait emisi kendaraan, pengelolaan limbah yang lebih baik, dan promosi transportasi berkelanjutan.
Dari berbagai faktor yang dituding sebagai penyebab kotornya udara di Jakarta, Wakil Ketua Bidang Penguatan dan Pengembangan Kewilayahan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno, menyebut sektor transportasi sebagai penyumbang polusi udara terbesar di DKI Jakarta, yakni sebanyak 44 persen.
Setidaknya, dari data yang dihimpun Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tahun 2022, ada sekitar 25,5 juta kendaraan bermotor yang terdaftar beroperasi di DKI Jakarta. Dan, 78 persennya merupakan sepeda motor.
"Sepeda motor menghasilkan beban-beban pencemaran per penumpang paling tinggi dibandingkan mobil pribadi bensin dan solar, mobil penumpang, serta bus," ungkap Djoko kepada Kompas.com (15/8/2023).