Mohon tunggu...
Sukarja
Sukarja Mohon Tunggu... Desainer - Pemulung Kata

Pemulung kata-kata. Pernah bekerja di Kelompok Kompas Gramedia (1 Nov 2000 - 31 Okt 2014)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Berhaji ke Tanah Suci: Mencari Pahala atau Wisata?

30 Januari 2023   02:06 Diperbarui: 30 Januari 2023   06:01 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sontak begitu mengagetkan kita semua, apa yang telah disampaikan Mas Menteri Agama RI (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang mengusulkan biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) 2023 sebesar Rp 98.893.909 dalam rapat kerja antara Kemenag dan Komisi VIII DPR di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, seperti yang dilansir Kompas.com (19/1/2023).

Meskipun dari angka tersebut, biaya yang dibebankan kepada jamaah Rp 69 juta, tidak cukup menghilangkan keterkejutan Penulis, karena biaya tersebut melonjak naik tajam dari biaya tahun sebelumnya yang hanya Rp 39,8 juta.

Dengan usulan kenaikan hingga dua kali lipatnya itu, akankah hal ini menjawab bahwa ibadah haji adalah ibadah yang wajib bagi yang mampu secara finansial saja?

Apa pun alasan Mas Menteri bahwa peningkatan biaya haji 2023 ini diambil demi menjaga keberlangsungan nilai manfaat dana haji di masa depan, tidak bisa sepenuhnya diterima para calon jamaah. 

Ya, calon jamaah haji tidak bisa menerima begitu saja. Terlebih lagi, bagi jamaah yang sudah tidak punya kelebihan dana untuk melunasi biaya haji jika kenaikannya seperti yang diusulkan, yakni naik hingga dua kali lipat. Apalagi selama dua tahun penundaan, keadaan ekonomi di negeri  kita ini yang tidak baik-baik saja akibat pandemi Covid-19 yang melanda seluruh dunia.

Foto susana pulang haji/nu.or.id
Foto susana pulang haji/nu.or.id

Untuk sebagian masyarakat muslim di Indonesia, ibadah haji lebih dari sekadar  ritual ibadah.  Tidak sedikit para jemaah haji  yang merasa bangga ketika pulang ke Tanah Air, kemudian disapa dengan sebutan 'Pak Haji' atau 'Ibu Hajjah'.  

Sebutan 'Haji' dan 'Hajjah' tersebut dianggap sudah ikut menaikkan status sosial penyandangnya di masyarakat. Jadi, jangan heran, jika ada orang yang berhaji berkali-kali, ke Tanah Suci setiap tahunnya, dan merasa status sosialnya semakin tinggi. Akhirnya, terlupakan juga tujuan dari ibadah yang merogok uang puluhan juta rupiah itu dilakukan.  Ibadah haji tidak berdampak pada kesalehan sosial. Ibadah haji hanya menjadi wisata belaka.

Jika kita berhaji semata-mata berharap pahala dari Allah SWT, dampaknya itu akan tampak dari pribadi masing-masing jamaah sepulang ke Tanah Air. Semakin rajin sholat ke masjid, semakin baik dengan sesama, dan semakin tawadhu. Jika hal itu yang terjadi, bisa dikatakan hajinya mabrur atau diterima Allah SWT. Kesolehan sosialnya semakin meningkat. Pahalanya tentu saja besar.

Jemaah haji Indonesia di Masjid Nabawi, Madinah usai melaksanakan sholat subuh. Foto: Darmawan/MCH/ Liputan6.com
Jemaah haji Indonesia di Masjid Nabawi, Madinah usai melaksanakan sholat subuh. Foto: Darmawan/MCH/ Liputan6.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun