Entah suatu kebetulan atau tidak,  ternyata masalah dualisme  kepemimpian yang membuat nama Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Dr. Jenderal  (Purn) Moeldoko disudutkan publik lantaran dianggap melakukan kudeta terhadap kepemimpinan Partai Demokrat di bawah Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), juga terjadi pada diri Moeldoko di organisasi Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI).
Seperti diketahui, selama 10 tahun kebelakang, kepemimpinan HKTI sempat terbelah menjadi dua kubu, yakni kubu Prabowo Subianto dan kubu Oesman Sapta Odang (OSO). Dari dualisme tersebut masing-masing diteruskan, kubu Prabowo Subianto memilih Fadli Zon, sedangkan OSO menunjuk Moeldoko. Namun, kini setelah Prabowo dan Moeldoko sama-sama di berada Kabinet Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), dualisme kepemimpinan di HKTI pun diakhiri, dimana HKTI secara utuh dipimpin Moeldoko. Mungkinkah Prabowo dan Fadli Zon mengalah?
Boleh-boleh saja Moeldoko bisa dengan mudahnya menguasai medan "pertempuran" melawan Prabowo Subianto dan Fadli Zon di HKTI. Namun, lain halnya dengan dualisme yang terjadi di Partai Demokrat. Apa yang dilakukan Moeldoko dengan merebut posisi AHY, nyatanya tidak semulus apa yang dilakukannya di HKTI.
Perebutan kursi Ketua Umum (Ketum)Demokrat atau "Kudeta Demokrat" jika mengambil istilah dari AHY, yang dilakukan Moeldoko dan kawan-kawan melalui Kongres Luar Biasa (KLB) di Sibolangit, Deli Serdang, Sumatera Utara (5/3/2021), nyatanya tidak mendapat kata "sah" dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).
Benar-benar di luar dugaan, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly akhirnya menolak klaim sepihak Moeldoko dan kawan-kawan atas Partai Demokrat. Hal ini tentu saja diluar perkiraan para pengamat, karena selama ini dualisme kepemimpinan di partai politik, biasanya ada kecenderungan dimenangkan oleh pihak yang "kebetulan" berada di lingkaran kekuasaan.
"Pemerintah menyatakan permohonan pengesahan hasil Kongres Luar Biasa di Deli Serdang Sumatera Utara tanggal 5 Maret 2021 ditolak," ujar Yasonna Laoly, seperti dikutip Kompas.com (31/3/2021).
Namun, apa yang terjadi hari ini (31/1/2021) sungguh  di luar dugaan. Hukum sudah menunjukkan tajinya  sebagai panglima tertinggi, seorang pensiunan jenderal yang juga mantan panglima TNI, sekelas Moeldoko harus tumbang di tangan pensiunan mayor, Agus Harimurti Yudhoyono.
Penolakan Kemenkumham atas KLB Partai Demokrat  kubu Moeldoko dkk bisa dianggap sebagai angin segar yang menyejukkan Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi),  yang dalam beberapa kasus  hukum belakangan ini memang dianggap sewenang-wenang, anggapan ini utamanya dari kubu yang selama ini berseberangan.  Namun, dugaan yang menyudutkan Presden Jokowi itu kini sirna.
Kemenkumham menolak beberapa permohonan yang diajukan pihak Moeldoko dan Jhoni Allen yang didasarkan dari hasil KLB di Sibolangit,  di antaranya  perubahan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga Partai Demokrat dan juga perubahan kepengurusan Partai Demokrat.