Dalam kesempatan menjawab pertanyaan wartawan mengenai kabinet mendatang, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memastikan kabinet mendatang akan diisi oleh sejumlah wajah lama alias para menteri yang menjabat di Kabinet Kerja Jilid I. Tentu saja, mereka akan bersanding dengan wajah-wajah baru. Singkatnya, Jokowi menyebutkan jumlah wajah baru itu akan lebih banyak.
Tentu saja, bagi menteri-menteri  lama, ada perasaan tak karuan mendengar pernyataan Jokowi itu. Ada keyakinan bahwa dirinya akan terpilih kembali, ada pula yang tak yakin akan kembali dipercaya.
Bagi  sosok menteri yang selama ini sudah bekerja dengan baik, sudah memenuhi apa yang diharapkan atasannya itu, dan juga yang lebih penting lagi, penilaian publik pun tidak mengecewakan, rasanya wajar-wajar saja jika dirinya masih berharap mendapatkan kepercayaan Jokowi.
Akan tetapi, bagi menteri yang belum bisa memenuhi visi dan harapan Jokowi, dan apalagi jika kinerjanya dinilai belum memuaskan publik, sepertinya harapan untuk kembali terpilih sebagai pembantu Presiden di Kabinet Kerja Jilid II, sebaiknya jauh-jauh dihindari.
Mengapa? Bila kenyataannya tak sesuai harapan, hal itu tidak justru menimbulkan sikap dengki atau tidak suka kepada mantan atasannya itu.
Begitu pula, jika banyak media membicarakan kans atau peluang akan terpilih kembali,  sebaiknya jangan pula diambil pusing.  Semua itu adalah hak prerogatif Presiden. Artinya, kepopuleran  di media, bukan jaminan membuat Jokowi akan memilihnya kembali.
Nama-nama yang banyak diberitakan akan tetap dipertahankan Jokowi hanya wacana atau opini dari para pengamat, jangan pula membuat orang yang dibicarakan itu menjadi salah tingkah. Â
Misalnya prediksi Pengamat Politik dari Universitas Padjajaran (Unpad) Idil Akbar. Idil memprediksi beberapa menteri akan dipertahankan Jokowi dan akan mengisi Kabinet Kerja II, antara lain Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Moeldoko, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Pak Basuki Hadimuljono, Pratikno, Susi Pudjiastuti, dan juga Budi Karya Sumadi (BKS).
Namun, berbeda dengan Idil Akbar, Peneliti Utama Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Prof Hermawan Sulistyo, justru menolak bila Budi Karya akan terpilih kembali sebagai menteri.