Pesta Demokrasi Pemilu 2019 telah usai.  Meskipun masih ada di beberapa tempat, yang baru bisa dilakukan pencoblosan ataupun dilakukan pencoblosan ulang. Prinsipnya, Pilpres dan Pileg sudah berlangsung dengan baik. Namun, bukan berarti  semuanya berjalan tanpa masalah.
Seperti halnya di Pilpres 2014 lalu, di Pilpres 2019 ini juga menyisakan persoalan baru. Kejadian di Pilpres 2014 sepertinya kembali terulang. Hal ini, terkait klaim dari capres nomor urut 02, Prabowo Subianto, yang menyatakan dirinyalah yang unggul dalam perolehan suara dari rivalnya presiden petahan Joko Widodo (Jokowi).
Prabowo mengklaim kemenangannya 55,4 persen berdasar hasil hitung cepat internal. Ia pun memberikan pidatonya, setelah hampir seluruh hasil hitung cepat lembaga survei publik mengeluarkan angka bahwa ia kalah dalam Pemilu Presiden 2019.
Saat berpidato, Prabowo memang tidak ditemani Sandiaga Salahuddin Uno, calon wakil presiden pendampingnya. Pemandangan itu tak lazim, namun Prabowo tetap bersemangat mengingatkan para pendukungnya atas klaim yang ia sebut. Selesai berpidato, Prabowo pun tak lupa melakukan sujud syukur.
Itulah Prabowo Subianto, yang selalu merasa dirinya unggul dalam perolehan suara dari Jokowi sesuai perhitungan internal, bukan berdasarkan penghitungan lembaga survei independen ataupun hasil yang dirilis Komisi Pemilihan Umum (KPU). Setidaknya, Prabowo sudah menyatakan dirinya sebagai Presiden Indonesia, khususnya untuk pendukungnya sendiri.
Jika merujuk dari hasil quick count lembaga independen, kita tidak bisa memungkiri bahwa pemenangnya adalah Jokowi-Ma'ruf. Â Bahkan, dari hasil sementara real count yang dilakukan KPU, ternyata hasilnya juga hampir sama dengan lembaga independen, yakni mengunggulkan Jokowi-Ma'ruf.
Saya tak mau menggiring Anda untuk memihak siapa. Saya pun tak ingin mengaitkan apa yang dilakukan Prabowo itu dengan pendekatan psikologis. Namun, saya ingin memberikan sedikit analisa saya mengapa Prabowo selalu menganggap  dirinya sebagai pemenang.
Bagi Anda yang mengalami masa-masa orde baru dibawah kepemimpinan Presiden Soeharto, tentu saja, Anda mengetahui bahwa Presiden ke-2 Republik Indonesia itu berkuasa sekitar 32 tahun, dari tahun 1967 hingga 1998. Terlama dalam kepemimpinan di Indonesia.
Jika kita cermati, di masa Soeharto berkuasa, negara-negara lain pun  punya masa berkuasa yang tidak jauh berbeda, berkuasa dalam waktu lama, meskipun bentuk pemerintahannya bukan kerajaan.Â