Misalnya Ferdinand Marcos di Filipina, Moammar Khadafi di Libya, Hosni Mubarak di Mesir, Saddam Hussein di Irak, Lee Kuan Yew di Singapura, Robert Mugabe dari Zimbabwe, atau Hafez Al-Assad dari Suriah yang kemudian mewariskan kepada anaknya Bashar Al-Assad. Dan masih banyak lainnya.Â
Bahkan, ada di antara negara-negara tersebut mewariskan kekuasaannya itu kepada anak-anaknya atau kerabatnya.
Saya menilai begitu juga halnya dengan Indonesia. Bayangkan, seandainya Soeharto tidak dilengserkan di tahun 1998, bisa jadi Presiden berikutnya adalah seseorang yang mendapatkan mandat dari Soeharto. Hal ini, saya yakini karena kekuatan politik saat itu digenggam kuat oleh Soeharto.
Begitu pula, seandainya Soeharto tak lagi menginginkan kursi RI 1, bisa jadi kursi itu akan diserahkan kepada orang-orang terdekatnya. Dan, bukan hal mustahil jika kursi itu diwariskan kepada Prabowo Subianto, menantunya sendiri. Apalagi ketika itu, Â suami dari Siti Hediati Hariyadi ini berpangkat Letnan Jenderal meski usianya baru 47 tahunan.
Sejarah kelam itu pun terjadi pada diri Prabowo dan Siti Hediati. Keduanya berpisah, dan Prabowo pun diberhentikan oleh Dewan Kehormatan Militer atas kasus yang melibatkannya. Seperti diketahui selanjutnya, Prabowo meninggalkan Indonesia dan menetap di Yordania.
Di tahun 2004, ketika Indonesia akan dilangsungkan pilpres, Prabowo yang menjadi kader Golkar ikut dalam konvensi Partai yang akan dijadikan capres dari Partai Golkar untuk Pilpres 2004. Ketika itu, pemenang konvensi adalah Wiranto yang kemudian bersanding dengan KH Solahuddin Wahid di Pilpres 2004.
Di Pilpres 2009, Prabowo ketika itu sudah memiliki kendaraan politik sendiri, yaitu Partai Gerindra. Melalui Gerindra, Prabowo menjadi cawapres dengan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri mengikuti kontestasi Pilpres 2009. Namun, Pilpres 2009 ini kembali dimenangkan Presiden Petahana Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang bersanding dengan Prof Boediono.
Lanjut 5 tahun kemudian, Prabowo tidak lelah mulai  mengajak Ketum PAN Hatta Rajasa untuk mengikuti Pilpres 2014. Kali ini, Pilpres hanya diikuti dua pasangan calon, yaitu Prabowo-Hatta dan Jokowi-JK. Di Pilpres 2014 ini, Prabowo Hatta kalah dari Jokowi-JK.
Ketika itu, Prabowo merasa dirinya menang, bahkan sengketa pilpres itu dilanjutkan hingga ke sidang Mahkamah Konstitusi (MK). Bagi, Mahfud MD yang ketika itu adalah Ketua Timses Prabowo-Hatta, benar-benar merasakan bahwa apa yang dilakukan Prabowo adalah sebuah kesia-siaan. Hubungan keduanya pun mulai retak, hingga pada akhirnya Mahfud MD mengundurkan diri dari Timses Prabowo-Hatta. Dan, MK pun memutuskan bahwa pemenang Pilpres 2014 adalah Jokowi-Jusuf Kalla.
Apa yang terjadi di Pilpres 2014, kembali terulang di Pilpres 2019. Prabowo pun sudah menciptakan narasinya bahwa hasil quick count yang dirilis beberapa lembaga survei adalah sebuah kebohongan, dan Prabowo menyatakan dirinya  sebagai pemenang melalui hasil quick count yang dilakukan secara internal.Â