Masa kampanye terbuka Pilpres 2019 digelar 23 Maret hingga 13 April 2019. Inilah masa yang paling krusial yang setidaknya perlu diwaspadai pasangan calon presiden dan calon wakil presiden yang berlaga di Pilpres 2019, hingga memasuki masa tenang dan waktu pencoblosan 17 April 2019.
Sampai saat ini, jika mengacu dari hasil beberapa lembaga survei independen, pasangan nomor urut 01 Jokowi-Ma'ruf masih diunggulkan dari pasangan nomor urut 02 Prabowo-Sandi. Elektabilitas pasangan Jokowi-Ma'ruf ini masih berada di kisaran 40 persen hingga 50 persen ke atas.
Misalnya, hasil survei  yang dirilis Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA menunjukkan elektabilitas Jokowi-Ma'ruf sebesar 58,7 persen, sedangkan elektabilitas Prabowo-Sandi hanya 30,9 persen.
Demikian pula hasil survei Cyrus Network, yang menunjukkan elektabilitas Jokowi-Ma'ruf sebesar 55,2 persen dan Prabowo-Sandi sebesar 36 persen. Sedangkan hasil survei Roy Morgan, Jokowi-Ma'ruf unggul di atas Prabowo-Sandi dengan angka 58 persen berbanding 42 persen.
Dengan elektabilitas Jokowi-Ma'ruf yang belum terbendung itu, apakah lantas Pilpres 2019 dianggap sudah "selesai"? Jangan dulu takabur!
Pencoblosan belum juga dimulai. Hasil survei beberapa lembaga tersebut, juga tidak bisa dijadikan jaminan Jokowi-Ma'ruf telah memenangkan Pilpres 2019, apalagi hasil survei tersebut masih berada di bawah 60 persen.
Selain itu, seperti yang dikatakan Direktur Riset Populi Center Usep S. Ahyar, masih adanya undicided voters (pemilih yang ragu-ragu) dan swing voters (pemilih yang berubah-ubah) yang sementara ini mungkin mendukung Jokowi-Ma'ruf, namun hal itu bisa saja berubah pilihan di detik-detik akhir di tempat pemungutan suara.
Mengenai hasil survei yang mengunggulkan Jokowi Ma'ruf, sebaiknya tidak membuat Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi Ma'ruf lupa diri. Bisa saja, karena hasil survei itu, makin membuat kubu Prabowo-Sandi mengubah strategi secara besar-besaran untuk mengalahkan Jokowi Ma'ruf di hari-hari akhir menjelang pencoblosan.
Jika kita mau melihat dan menyelami apa yang terjadi di Pilkada DKI 2017, kekalahan Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat tak bisa dilepaskan dari serangkaian upaya untuk menjebloskan Basuki Tjahaja Purnama (BTP) ke penjara atas kasus penistaan agama yang dilakukannya di Kepulauan Seribu.