Pada suratnya yang terdiri dari lima poin itu, Megawati menyebut PDIP sebagai partai nasionalis dan tidak terkait dengan ideologi komunisme, yang memang sudah dinyatakan sebagai partai dan organisasi terlarang di Indonesia.
"PDIP melaksanakan nilai ketuhanan, kemanusiaan, demokrasi dan keadilan sosial yang terkandung dalam Pancasila," tulis Megawati.
Alangkah naifnya jika ada yang mengaitkan PDI Perjuangan dengan komunisme, lantaran Soekarno sang pendiri PNI pernah mempuyai cita-cita menyatukan kekuatan bangsa yang ada saat itu, yakni Nasional, Agama, dan Komunis (Nasakom). Upaya itu memang  gagal. Namun, bukan berarti PNI atau PDI Perjuangan itu harus diidentikkan dengan komunis, karena PDI Perjuangan dan PNI itu tidak sama dengan PKI.
Kegagalan Soekarno menyatukan kekuatan politik saat itu dengan Nasakomnya, sepertinya juga dialami Soeharto yang gagal dengan menggabungkan kekuatan politik yang ada menjadi tiga kekuatan, yakni PPP, Golongan Karya, dan PDI. Buktinya, setelah rezim Orde Baru tumbang, merebak banyak partai ingin ikut berkompetisi dalam perpolitikan di Tanah Air.Â
Mengaitkan Soekarno dengan komunisme adalah upaya mengkerdilkan jasa dan semangat Bung Karno untuk kemerdekaan bangsa ini. Seperti yang dikatakan Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD di dalam pengantarnya di buku Total Bung Karno karya Roso Daras:
Kita harus bersyukur karena Tuhan telah mengirimkan Bung Karno kepada Bangsa Indonesia. Bung Karno-lah yang dengan kuat dan gagah ikut menggugah kesadaran akan martabat dan harga diri kita sebagai bangsa sehingga akhirnya kita bisa membangun negara merdeka dan berdaulat.
Seandainya  Indonesia ini tidak menjadi negara merdeka takkan mungkin kita bisa menjadi seperti apa yang kita cita-citakan sendiri. Tanpa kemerdekaan takkan mungkin kita bisa membayangkan lahir banyak profesior, banyak menteri, banyak pejabat, banyak pebisnis, guru, tentara, polisi, dokter, bahkan presiden yang lahir dari putra bangsa sendiri.
Bahkan tanpa kemerdekaan, tak mungkin kita bisa mengelola sepenuhnya negara dan bangsa kita sendiri dengan segala kekayaan alam dan sosial budayanya yang adiluhung.
Bung Karno memang bukan satu-satunya pejuang dan pengantar bangsa ini ke depan pintu gerbang kemerdekaan, tetapi harus diakui bahwa Bung Karno telah memainkan peran paling penting dalam perjuangan yang mempertaruhkan jiwa dan raga itu.
Sekadar untuk diketahui, di dalam pidatonya yang fenomenal di depan Sidang Umum PBB XV, 30 September 1960, Bung Karno mengutip  surat  Al-Hujarat (49):13, sebagai salah satu konsep kebangsaaan dari sudut pandang Islam.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!