Mohon tunggu...
Sukarja
Sukarja Mohon Tunggu... Desainer - Pemulung Kata

Pemulung kata-kata. Pernah bekerja di Kelompok Kompas Gramedia (1 Nov 2000 - 31 Okt 2014)

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jokowi Rebut Kembali Freeport, yang Dahulu Diwariskan Soeharto kepada Amerika!

23 Desember 2018   23:10 Diperbarui: 24 Desember 2018   06:00 1113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Joko Widodo (tengah) berjabat tangan dengan CEO Freeport McMoRan Richard Adkerson (kedua kanan) disaksikan Menteri BUMN Rini Soemarno (kiri), Menteri ESDM Ignasius Jonan (kedua kiri) dan Direktur Utama PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) Budi Gunadi Sadikin seusai memberikan keterangan terkait pelunasan divestasi PT Freeport Indonesia di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (21/12/2018). Presiden mengumumkan pelunasan divestasi PT Freeport Indonesia dengan membayarkan 3,85 miliar dolar AS atau sekitar Rp56 triliun melalui PT Inalum sehingga telah resmi menjadi milik Indonesia. ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/hp.(WAHYU PUTRO A)

"51,2% sudah beralih ke PT Inalum (Persero) dan sudah lunas dibayar," kata Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jumat (21/12/2018). 

Tak bisa dipungkiri, sebagai bangsa kita memang sudah sepatutnya bangga dengan capaian yang berhasil ditorehkan Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) hingga menjelang akhir tahun 2018 ini. Salah satunya, keberhasilan Pemerintah menguasai 51,2% saham PT Freeport Indonesia (PTFI). Capaian ini tentu saja begitu istimewa, karena berpuluh-puluh tahun, saham yang kita miliki di perusahaan yang mengeruk kekayaan alam kita itu tak lebih dari 10%.

Perjalanan panjang RI mengembalikan Freeport ke pangkuan ibu pertiwi usai sudah. Bagaimana kita tak dibuat terharu, setelah 51 tahun lamanya, kita hanya menjadi penonton. Namun, kini Indonesia sudah menjadi penguasa saham mayoritas di tambang emas terbesar yang ada di bumi Papua itu. Ibaratnya, seperti kita kembali dipertemukan dengan sesuatu yang kita miliki dan telah lama menghilang.

Rasa bangga ini tentu saja wajib kita miliki, terlepas dari perbedaan pilihan dalam kontestasi Pilpres 2019 nanti. Alasannya cukup sederhana, karena apa yang dilakukan Jokowi ini semata untuk kemaslahatan rakyat dan bangsa kita sendiri. Bukan untuk dirinya, keluarganya, atau bahkan partai-partai pendukungnya.

Kita semua sepakat, budaya korupsi, kolusi, dan juga nepotisme (atau yang disebut KKN) adalah kejahatan sistematis dan terstruktur yang telah terjadi bertahun-tahun hingga membuat bangsa ini terpuruk, karena tidak mampu bertahan ketika menghadapi goncangan ekonomi dunia yang terjadi 20 tahun silam., hingga membuat runtuhnya sebuah rezim pemerintahan yang disebut Orde Baru (Orba).

Dan, soal kepemilikan saham Indonesia di PTFI yang tak kunjung meningkat, bisa diduga ada aroma KKN di dalamnya. Oleh karena itu, keberhasilan akuisisi 51,2 % saham PTFI baru bisa terlaksana, karena Pemerintahan di bawah Presiden Jokowi ini  bisa dibilang benar-benar bersih dan terbebas dari penyakit lama yang disebut KKN. Tanpa kredibilitas yang tinggi, tentu bukanlah hal mudah  bisa bernegosiasi dengan perusahaan raksasa sekelas Freeport. 

Penguasaan 51,2 % saham PTFI oleh Indonesia melalui perusahaan holding pertambangan PT Inalum (Persero) justru dinilai berbeda oleh mereka yang ada di kubu koalisi Prabowo-Sandi. Apa yang dilakukan Jokowi ini, menurut Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon, merupakan kebijakan sontoloyo.

Wakil Ketua Partai Gerindra itu, PTFI tak perlu diambil alih. Kalau kontraknya habis dengan sendirinya PTFI akan jatuh ke tangan Indonesia.

Sepintas apa yang dikatakan Fadli Zon adalah hal yang benar. Namun, sebenarnya apa yang dikatakan tidaklah sesederhana itu, dan itu justru menyesatkan logika publik.

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun