Tabloid Bola sudah lama saya mengenalnya. Ketika saya masih kuliah, saya seringkali iseng mengirimkan tulisan untuk rubrik Forum Pembaca, semacam kolom untuk surat pembaca. Asyiknya, Redaksi akan memilih satu tulisan yang berhak mendapat bingkisan atau souvenir.
Nah, kebetulan tulisan saya sering terpilih, sehingga saya sering mendapatkan paket dari Bola. Waktu itu, kalau tak salah Bola terbit dua kali seminggu. Agar tulisan saya bisa selalu terpilih, saya kadang menggunakan nama saya sendiri, kadang menggunakan nama teman saya. Soalnya kalau selalu pake nama yang sama, kecil peluangnya menjadi pilihan.
Saya lupa sudah beberapa kali mendapat paket dari Bola. Lumayan, isinya macam-macam, seperti t-shirt, stiker, atau topi.
Setelah selesai kuliah dr Politeknik UI, Jurusan Teknik Grafika dan Penerbitan, saya mencoba melamar bila melihat info lowongan di Bola. Saya melamar untuk posisi Artistik. Beberapa kali saya ikut tes, tapi selalu gagal.
Saya memang terobsesi sekali untuk bisa bekerja di Bola. Ada beberapa teman kuliah saya yang sudah bekerja di Bola, Leonard dan Sulistyono. Keduanya bagian artistik dan infografis.
Ketika saya sudah bekerja di salah satu media dalam Kelompok Kompas Gramedia, saya sesekali bertemu dengan teman-teman Bola.Â
Bagi saya, Tabloid Bola ikut memberikan inspirasi menulis yang sampai hari ini saya lakukan.
Saat ini, memang bukan lagi eranya media cetak, dan apa yang terjadi pada Bola juga dialami media cetak lainnya. Semuanya memang telah berubah, dan kita harus selalu siap menerima semua perubahan itu.
Terima kasih Bola.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H