Mohon tunggu...
Syakhila Keisha Nurazhar
Syakhila Keisha Nurazhar Mohon Tunggu... Mahasiswa - Politeknik STIA LAN Jakarta

Undergraduate Student of State Development Administration in NIPA School of Administration Jakarta | Active in Campus Organization | Interest in Public Issues, Gender Issues, Governmental Politics & Public Policy | Contact: syakhilakeisha@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pelaku Kekerasan Dibawah Umur Mudah Terlepas dari Jerat Hukum: Ketidakadilan dari Perspektif Korban

24 Maret 2024   01:08 Diperbarui: 24 Maret 2024   01:11 437
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: dakta.com

Diawal tahun 2024 ini, marak terjadi kasus perundungan, pemerkosaan hingga pembunuhan yang pelakunya merupakan anak berusia dibawah umur. Kasus perundungan atau "bullying" di Indonesia pada awal tahun 2024, mayoritas terjadi di lingkup instansi pendidikan. Hal tersebut bahkan menjadi sorotan bagi Presiden Joko Widodo. Pada pembukaan Kongres XIII PGRI Tahun 2024, Jokowi turut buka suara terkait sekolah yang seharusnya menjadi "Safe House" bagi anak-anak.  Selain itu, terjadi kasus pembunuhan satu keluarga di Penajam Paser Utara, yang pelakunya merupakan seorang remaja di bawah umur. Tak hanya membunuh, tersangka berinisial JND yang masih duduk di bangku SMK, juga memperkosa ibu dan anak perempuan di keluarga tersebut. Kasus-kasus tersebut menjadi bukti, bahwa tidak menutup kemungkinan anak-anak atau remaja juga dapat menjadi dalang dari berbagai macam praktik kekerasan.

Mayoritas Pelaku Perundungan Merupakan Anak dibawah Umur

Kasus perundungan atau "bullying" di Indonesia kerap terjadi di lingkungan instansi pendidikan. Menurut Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), tercatat bahwa sepanjang tahun 2023 terdapat 3.800 kasus dengan separuhnya terjadi di sekolah. Ironisnya, mayoritas pelaku dan korban dari kasus perundungan di sekolah, sama-sama merupakan peserta didik yang berusia dibawah umur.

Salah satu kasus perundungan yang tengah ramai diperbincangkan, terjadi di TK Binus School Serpong. Terdapat laporan dari orang tua korban berinisial JKW (4) yang merupakan salah satu murid di TK Binus Serpong. Korban mengaku mengalami perundungan sejak Juli 2023 hingga Januari 2024. Masih di instansi yang sama namun di jenjang SMA, terjadi perundungan yang dialami oleh A (17) dari pelaku yang merupakan sekelompok remaja dari sekolah tersebut. Hal ini kian memperjelas bahwa di lingkungan pendidikan sekali pun, anak-anak belum tentu aman dari tindak kekerasan baik dari guru maupun dengan sesama peserta didik yang masih dibawah umur.  

Empat Pelaku Pemerkosaan Anak Dibawah Umur Dibebaskan

sumber gambar: blog.justika.com
sumber gambar: blog.justika.com

Sistem Peradilan Pidana Anak menumbuhkan rasa ketidakadilan dalam perspektif korban. Pasalnya, tak sedikit dari pelaku dengan mudah bebas dari jeratan hukum dan kemudian sebatas dibina oleh pihak terkait. Bahkan dalam Pasal 79 ayat 2 Undang-undang RI Nomor 11 Tahun 2012 terkait pidana pembatasan kebebasan, tersangka tindak pidana yang masih dibawah umur mendapat keringanan berupa maksimal setengah dari hukuman yang dikenakan pada orang dewasa.

Hal ini pun terjadi dalam kasus pemerkosaan di Jakarta Timur (21/9/2022), para pelaku yang berjumlah empat orang berusia 11-13 tahun tak dipenjara setelah memperkosa P (13). Kapolres Metro Jakarta Utara Kombespol Wibowo, menyatakan bahwa hal tersebut sesuai dengan amanat Undang-undang SIstem Peradilan Pidana Anak Pasal 21. Pada akhirnya, keempat pelaku dibina oleh Komnas Perlindungan Anak selama 12 hari dan dinyatakan sebagai Anak yang Berkonflik Hukum (ABH).

Tinjau Kembali Penegakan Hukum bagi Pelaku Dibawah Umur

Pemerintah utamanya para penegak hukum, seyogyanya meninjau kembali Sistem Peradilan Pidana Anak terutama terkait pembebasan pelaku kejahatan dibawah umur. Berkaca pada kasus pemerkosan di Jakarta Timur, hal tersebut dapat dikatakan sangat tidak adil bagi korban. Ketika korban berinisial P (13) harus menghadapi trauma seumur hidupnya serta gangguan mental dan psikologis yang sulit pulih, disaat yang bersamaan keempat pelaku hanya dibina selama 12 hari dan lepas dari jerat hukum begitu saja.

sumber gambar: bing.com
sumber gambar: bing.com

Fenomena serupa tak hanya terjadi sebanyak satu atau dua kali di Indonesia. Sehingga hal semacam ini tentu dapat menjadi bahan tinjauan bagi proses hukum pelaku kejahatan dibawah umur di Indonesia. Meski pelaku masuk kategori dibawah umur, tindak pidana dan impact yang dirasakan oleh korban tentu harus diperhitungkan. Bukan berarti dengan batasan umur, para pelaku kejahatan dapat dibebaskan begitu saja. Keadilan sudah seharusnya tetap harus ditegakkan oleh para penegak hukum di Indonesia. Karena tidak menutup kemungkinan, para pelaku kejahatan yang masih dibawah umur tidak mengulangi perbuatannya setelah dibebaskan. Hal tersebut justru dikhawatirkan akan menimbulkan isu sosial baru dan meningkatkan rasa ketidakamanan bagi masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun