Industri migas secara umum dikualifikasi menjadi lima tahapan kegiatan, yaitu eksplorasi, produksi, pengolahan, transportasi, dan pemasaran (EP2TP). Lima kegiatan pokok atau kegiatan usaha inti (core business) ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu kegiatan hulu (upstream) dan kegiatan hilir (downstream). Kegiatan usaha hulu migas adalah kegiatan eksplorasi dan produksi. Sedangkan kegiatan usaha hilir adalah pengolahan, transportasi, dan pemasaran.
Saat ini Indonesia memproduksi sekitar 800.000 barel per hari. Bandingkan dengan dua negara pemilik cadangan minyak terbesar di dunia yaitu Venezuela yang memproduksi 2,73 juta barel per hari, dan Arab Saudi memproduksi sekitar 11,53 juta barel per hari. Apabila tingkat produksi masing-masing negara dibandingkan dengan cadangan minyak masing-masing negara, maka akan terlihat bahwa laju pengurasan minyak di Indonesia jauh lebih tinggi dari negara-negara pemilik cadangan paling besar di dunia. Dengan asumsi tingkat produksi berada pada kisaran saat ini dan tidak ada penemuan cadangan minyak baru, cadangan minyak Indonesia diperkirakan akan habis sekitar 11 tahun ke depan.
Oleh karena itu, Indonesia memerlukan sebuah rule break yang mampu menggenjot industri hulu migas sehingga kebutuhan migas rakyat Indonesia mampu diimbangi dengan ketersediaan migas Indonesia.
Masalahnya, eksplorasi bukan pekerjaan mudah dan murah. Upaya ini butuh teknologi tinggi dan biaya mahal. Kehadiran investor menjadi kebutuhan tak terelakkan dari situasi ini.
Agar investor menjadi tertarik untuk menginvestasikan ke Indonesia, harus tercipta sebuah iklim investasi yang baik. Iklim investasi yang baik adalah iklim yang mendorong seseorang melakukan investasi dengan biaya dan risiko serendah mungkin di satu sisi dan bisa menghasilkan keuntungan jangka panjang setinggi mungkin.
Menurut Husnan (1996:5) menyatakan bahwa, “proyek investasi merupakan suatu rencana untuk menginvestasikan sumber-sumber daya, baik proyek raksasa ataupun proyek kecil untuk memperoleh manfaat pada masa yang akan datang.”
Jika investasi diibaratkan sebuah air, maka tahapan pra investasi adalah sebuah wadah/tempat. Wadah atau tempat yang menaungi air tersebut harus yang kuat, kokoh dan yang pasti bersih. Oleh karena itu, hal-hal yang harus diperhatikan dalam tahapan ini adalah aturan hukum (termasuk politik), infrastruktur dan Sumber Daya Manusia.
Masalah aturan hukum yang seringkali menimbulkan polemik adalah perihal aturan perizinan. Perizinan selalu menjadi momok bagi para pengusaha. Hampir sekitar 300 izin harus diurus oleh para pelaku usaha. Mulai dari berbelit-belit dalam administrasi hingga lamanya waktu pengurusan perizinan kerap dikeluhkan oleh pelaku usaha.
Dan kini, Pemerintah telah berusaha dengan memangkas jumlah izin pengusahaan migas bahkan hingga seperempatnya. Pemerintah juga menjamin kini cukup tujuh hari untuk mengurus perizinan di Indonesia karena tak lebih dari 70 izin yang perlu diurus. Dan, kabar terbarunya Pemerintah akan merevisi pembahasan revisi PP No.79 Tahun 2010 yang mana akan memangkas biaya pajak sehingga investor akan menjadi semakin mudah dan efisien dalam melakukan investasi.
Simpulannya, ada dua hal besar yang diperhatikan dalam hal aturan, mencakup kejelasan perizinan (one gate Permittion/Perizinan satu pintu) serta memendekan waktu perizinan (kejelasan waktu).
Sebagaimana teori usaha, semakin mudah akses serta tersedianya infrastruktur yang baik, akan memangkas biaya sehingga akan membuat keuntungan yang lebih bagi pelaku usaha (investor). Infrastruktur yang dimaksudkan adalah infrastruktur yang memberikan output bagi usaha hulu migas. Seperti kemudahan dalam infratsruktur transportasi yang adapat memangkas biaya ekplorasi migas.