Mohon tunggu...
Ahmad Syaihu
Ahmad Syaihu Mohon Tunggu... Guru - Guru MTsN 4 Kota Surabaya

Guru yang suka menulis dan berbagi kebaikan lewat tulisan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Ganti Menteri Ganti Kebijakan: UN Dihapus di Era Nadiem Makarim Akan Dihidupkan Lagi Era Abdul Mu'ti

30 Oktober 2024   11:15 Diperbarui: 30 Oktober 2024   11:28 569
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian (Antara)

UN Akan Kembali? Komisi X DPR RI dan Mendikdasmen Abdul Mu'ti Bahas Peluang Kembalinya Ujian Nasional di Era Baru (Ahmad Syaihu)

Rencana Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti untuk mengkaji ulang kebijakan Ujian Nasional (UN) menuai berbagai tanggapan. Setelah UN dihapus pada 2021 dan digantikan dengan asesmen nasional pada era Nadiem Makarim, kini, di bawah pemerintahan baru Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, wacana untuk menghadirkan kembali UN menjadi topik hangat yang memancing berbagai perdebatan.

Komisi X DPR RI, yang membidangi pendidikan, tampak bersikap terbuka terhadap ide ini. Ketua Komisi X, Hetifah Sjaifudian, menyatakan kesediaan pihaknya untuk membahas rencana tersebut dengan Abdul Mu'ti dan jajarannya. Hetifah menegaskan bahwa setiap kebijakan perlu dipertimbangkan secara matang agar tidak justru membebani siswa. UN yang dahulu menjadi standar kelulusan seringkali membuat siswa stres, terutama karena tingginya tekanan yang diberikan. Namun, menurut Hetifah, bila dirancang dengan lebih baik, UN dapat menjadi alat yang positif bagi siswa dalam hal motivasi dan kesiapan belajar.

Mendikdasmen Abdul Mu'ti (Pikiran Rakyat)
Mendikdasmen Abdul Mu'ti (Pikiran Rakyat)

Alasan untuk keseriusan belajar siswa

Kembalinya UN dinilai oleh beberapa kalangan sebagai langkah yang dapat mendorong siswa untuk lebih serius dalam belajar. Hetifah mengatakan, "Memang anak-anak juga mungkin harus diberi semangat supaya dia lebih termotivasi belajar." Menurutnya, UN dapat memberi siswa tujuan yang jelas dalam proses pendidikan, yang bisa membantu mereka lebih fokus dan disiplin. Di sisi lain, ia juga mengingatkan bahwa setiap kebijakan pasti memiliki sisi negatif. Oleh karena itu, bila UN diberlakukan kembali, sangat penting untuk memperhatikan aspek-aspek yang selama ini menjadi kelemahan, seperti risiko kecurangan yang kerap terjadi saat pelaksanaan ujian.

Kecurangan dalam UN menjadi salah satu masalah yang ditekankan oleh Hetifah. Menurutnya, penerapan UN di masa depan perlu dilengkapi dengan upaya pencegahan kecurangan yang efektif. Kecurangan dalam pelaksanaan UN, baik dalam bentuk manipulasi nilai, bocoran soal, atau penyalahgunaan teknologi, telah lama menjadi masalah yang belum tuntas. Dengan kemajuan teknologi dan sistem evaluasi yang ada saat ini, pemerintah diharapkan bisa menciptakan sistem UN yang lebih kredibel dan adil.

Selain itu, UN pada masa lampau dikenal sebagai alat evaluasi utama untuk menilai kemampuan akademik siswa di tingkat akhir sekolah dasar, menengah pertama, dan menengah atas. Namun, dengan beragamnya standar dan kualitas pendidikan di Indonesia, UN kadang menjadi beban bagi siswa dan sekolah yang fasilitas pendidikannya masih terbatas. Hal ini seringkali menyebabkan ketimpangan dalam hasil UN, terutama di daerah terpencil atau dengan fasilitas terbatas. Dalam konteks ini, Hetifah menyarankan agar kajian kebijakan UN mempertimbangkan kesiapan sekolah dan daerah dalam penerapan kebijakan tersebut. Dengan cara ini, pelaksanaan UN bisa lebih proporsional dan mampu mengakomodasi berbagai kondisi sekolah di Indonesia.

Nadiem Makarim Mendikbudristek yang menghapus UN pada tahun 2021 (Antara)
Nadiem Makarim Mendikbudristek yang menghapus UN pada tahun 2021 (Antara)

Dihapus pada masa Nadiem Makarim

Di masa kepemimpinan Nadiem Makarim, UN digantikan dengan asesmen nasional yang lebih fokus pada pengukuran kualitas pendidikan secara menyeluruh. Asesmen ini terdiri dari asesmen kompetensi minimum (AKM), survei karakter, dan survei lingkungan belajar yang tidak digunakan sebagai penentu kelulusan. Langkah ini dinilai sebagai pendekatan yang lebih holistik untuk menilai kemampuan siswa, tanpa memberikan tekanan sebesar yang ditimbulkan oleh UN. Meski begitu, asesmen nasional ini masih menuai pro dan kontra, khususnya mengenai efektivitasnya dalam menilai kemampuan akademik siswa secara mendalam.

Kini, di bawah kepemimpinan Abdul Mu'ti, wacana mengenai kembalinya UN menjadi bagian dari upaya meninjau ulang berbagai kebijakan pendidikan, termasuk sistem zonasi pada penerimaan peserta didik baru (PPDB) dan Kurikulum Merdeka Belajar. Abdul Mu'ti menyatakan komitmennya untuk mempertimbangkan segala masukan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah, tenaga pengajar, dan masyarakat. Ia menekankan bahwa evaluasi kebijakan pendidikan ini harus dilakukan dengan sangat hati-hati agar kebijakan yang diambil benar-benar memberikan manfaat nyata bagi siswa dan tidak sekadar menjadi beban baru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun