Mohon tunggu...
Ahmad Syaihu
Ahmad Syaihu Mohon Tunggu... Guru - Guru MTsN 4 Kota Surabaya

Guru yang suka menulis dan berbagi kebaikan lewat tulisan

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Benarkah PDIP Tak Pilih Anies untuk Pilkada DKI Karena Surat Sakti Sekjen PDIP?

28 Agustus 2024   06:59 Diperbarui: 28 Agustus 2024   07:08 538
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Megawati dan Anies Baswedan (Kompas.video)

Keputusan PDIP ini tentu memiliki implikasi yang luas, baik bagi internal partai maupun bagi Anies Baswedan sendiri. Bagi PDIP, keputusan ini menunjukkan bahwa mereka lebih mengutamakan kesetiaan ideologis daripada popularitas calon. Ini bisa dilihat sebagai upaya PDIP untuk menjaga keutuhan dan kekuatan internal partai, dengan memastikan bahwa semua kader yang diusung benar-benar selaras dengan visi dan misi partai.

Di sisi lain, bagi Anies Baswedan, keputusan ini tentu menjadi tantangan tersendiri. Sebagai seorang politisi yang dikenal memiliki basis dukungan yang luas, tidak terpilihnya Anies oleh PDIP bisa menjadi pukulan, tetapi juga sekaligus peluang untuk merefleksikan posisinya dalam peta politik nasional. Jika Anies tetap ingin maju dalam Pilkada 2024, ia harus mencari alternatif lain, baik melalui partai politik lain atau dengan membentuk koalisi yang lebih luas.

Wasana Kata

Politik sebagai Pertaruhan Ideologi dan Loyalitas

Kasus ini mencerminkan bahwa politik di Indonesia, khususnya di PDIP, tidak hanya soal kalkulasi elektoral semata. Keputusan untuk tidak mencalonkan Anies Baswedan menunjukkan bahwa PDIP lebih memilih untuk bertaruh pada kaderisasi dan loyalitas ideologis, daripada sekadar mengejar kemenangan instan. Megawati Soekarnoputri sebagai pemimpin partai, dengan jelas menunjukkan bahwa kesetiaan kepada partai dan keselarasan ideologis adalah faktor utama dalam menentukan siapa yang layak diusung oleh PDIP.

Dalam konteks ini, PDIP tampaknya ingin menunjukkan kepada publik bahwa mereka adalah partai yang memiliki prinsip kuat dan tidak akan goyah oleh intervensi atau kepentingan eksternal. Ini bisa menjadi sinyal positif bagi para pendukung setia PDIP, tetapi juga bisa menjadi tantangan bagi mereka yang ingin bergabung dengan partai ini tanpa komitmen yang jelas terhadap ideologi partai.

Dengan demikian, polemik 'surat sakti' ini bukan hanya sekadar isu biasa, melainkan cerminan dari dinamika politik yang lebih dalam, di mana kesetiaan dan ideologi menjadi taruhan utama. PDIP, melalui Megawati, seolah ingin menegaskan bahwa dalam politik, konsistensi dan komitmen terhadap prinsip adalah kunci utama, bahkan ketika itu mungkin berarti harus mengambil keputusan yang tidak populer.

Salam demokrasi, 28 Agustus 2024

Ahmad Syaihu untuk Kompasiana

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun