Menghidupkan Kembali Sejarah, Pengalaman Menyentuh di Lawang Sewu (Ahmad Syaihu)Â
Sore ini, sekitar November 2021 cuaca Kota Semarang sedang bersahabat, seakan menyambut hangat kedatangan rombongan kami yang terdiri dari empat bus pariwisata. Destinasi pertama yang kami tuju adalah Lawang Sewu, sebuah ikon kota Semarang yang tak hanya populer di kalangan wisatawan nusantara, tetapi juga di antara turis asing, khususnya dari Eropa dan Belanda. Lawang Sewu menjadi magnet bagi mereka yang ingin mengunjungi bangunan bersejarah peninggalan zaman kolonial Belanda di Indonesia.
Benarkah Lawang Sewu Berpintu Seribu?
Satu hal yang kerap mengundang tanya adalah nama Lawang Sewu itu sendiri. Apakah benar gedung ini memiliki seribu pintu seperti yang tersirat dari namanya? Lawang Sewu, yang dalam bahasa Jawa berarti "pintu seribu," memang dikenal sebagai bangunan dengan banyak pintu, tetapi faktanya jumlah pintunya hanya sekitar 300-an. Jendela-jendela besar yang menyerupai pintu inilah yang mungkin menjadi alasan mengapa tempat ini diberi nama Lawang Sewu.
Gedung ini dibangun pada masa kolonial Belanda dan awalnya digunakan sebagai kantor administrasi perkeretaapian oleh perusahaan kereta api Belanda. Namun, sejarah kelam menyelimuti gedung ini saat Jepang menduduki Indonesia pada tahun 1942-1945. Lawang Sewu beralih fungsi menjadi penjara bagi para pejuang kemerdekaan Indonesia. Penjara bawah tanahnya menjadi saksi bisu penyiksaan yang dialami oleh para pejuang yang ditahan di sana, dan tidak sedikit dari mereka yang kehilangan nyawa di tempat ini.
Keangkeran dan Daya Tarik Lawang Sewu
Ketika rombongan kami tiba di Lawang Sewu, seorang siswa, Adinda, bertanya, "Pak, apa benar Lawang Sewu dulunya adalah bangunan yang berfungsi sebagai penjara?" Saya tidak langsung menjawabnya dengan pasti, melainkan mengajaknya untuk menyaksikan sendiri dan mendengarkan penjelasan dari pemandu wisata di dalam gedung. Saya percaya, pengalaman langsung akan memberikan pemahaman yang lebih mendalam.
Bangunan ini, yang sekarang masih dikelola oleh PT. Kereta Api Indonesia (PT. KAI), tidak hanya menjadi tempat wisata sejarah tetapi juga menjadi saksi bisu masa lalu yang kelam.Â