Ketua KPU diberhentikan oleh DKPP karena kasus asusila yang memalukan (Ahmad Syaihu)
Kasus pemberhentian Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) atas tuduhan kasus asusila dengan anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) di Belanda menggegerkan publik.
 Skandal ini tidak hanya mengguncang integritas lembaga pemilu, tetapi juga mengingatkan kita pada filosofi klasik yang menyebutkan bahwa seseorang dapat jatuh karena tiga hal: Harta, Tahta, dan Wanita.
Kronologi Kasus
Kasus ini mencuat setelah laporan mengenai tindakan asusila yang dilakukan oleh Hasyim Asy'ari dengan seorang anggota PPLN di Belanda. DKPP menggelar sidang etik dan memutuskan untuk memberhentikan Hasyim dari jabatannya.Â
Keputusan ini menimbulkan beragam reaksi dari masyarakat dan mengundang perhatian media massa. Banyak yang mempertanyakan bagaimana seorang pejabat tinggi bisa terlibat dalam skandal seperti ini, terutama mengingat perannya yang sangat penting dalam menjaga demokrasi di Indonesia.
Filosofi 3 TA: Harta, Tahta, dan Wanita
Dalam budaya dan filosofi kita, sering kali dikatakan bahwa seseorang dapat jatuh karena godaan Harta, Tahta, dan Wanita. Ketiga hal ini sering kali menjadi ujian moral bagi banyak orang, terutama mereka yang berada dalam posisi kekuasaan.
- Harta: Banyak individu yang tergoda oleh kekayaan dan kemewahan, yang sering kali menyebabkan korupsi dan penyalahgunaan wewenang.
- Tahta: Kekuasaan dapat merusak, dan godaan untuk mempertahankan atau memperluas kekuasaan sering kali membuat orang menghalalkan segala cara.
- Wanita: Godaan romantis dan seksual bisa menjadi batu sandungan yang besar, seperti yang terlihat dalam kasus Hasyim Asy'ari ini.
Analisis Skandal
Skandal ini adalah contoh nyata bagaimana godaan "Wanita" bisa menghancurkan karir seseorang yang berada di puncak kekuasaan. Hasyim Asy'ari, yang seharusnya menjadi simbol integritas dan kejujuran dalam penyelenggaraan pemilu, justru terjerat dalam skandal yang mencoreng nama baik KPU. Ini juga mencerminkan betapa rentannya individu terhadap godaan yang bisa merusak reputasi dan kepercayaan publik.