Pada suatu kesempatan forum diskusi ada yang bertanya dimana buku menjadi generasi gemilang bisa didapatkan. Saat itu juga saya sebagai penulis merasa shock dan heran. Setidaknya beberapa hal: Pertama, saya kaget ada orang yang berminat baca buku yang saya tulis. Kedua, apa menariknya kok meraka  sampai penasaran. Ketiga, buku saya tidak diperjual belikan. Repotkan!
Mimpi untuk menulis buku sebenarnya keinginan sejak masa Madrasah Aliyah (MA). Karena memang sejak itu suka membaca novel. Kemudian dengan ajaib keinginan itu tambah kuat saat kuliah. Kenapa saya bilang ajaib? Ini disebabkan sifat manusiawi seorang anak kampung yang ingin berkarya agar mendapat prestasi di kota. Maklum saya tidak punya previlige orang tua selain rasa cinta dan kasih sayang tidak seperti teman kos sebelah yang full fasilitas.
Kuliah dengan biaya terbatas, tempat tinggal numpang di masjid jadi takmir, hingga keinginan untuk mendapat beasiswa agar ada uang tambahan untuk ngopi. Selayaknya informasi umum agar bisa dapat lolos beasiswa harus punya prestasi. Dan jalur prestasi yang saya pilih adalah melalui kepenulisan khususnya gendre non fiksi seperti opini, esai, dan resensi.
Menjadi generasi gemilang lebih dari sebuah judul buku bacaan
Berprestasi melalui tulisan adalah jalan ninjaku. Bisa punya banyak teman penggiat literasi, jalan-jalan ke luar kota dengan gratis, dan portofolio untuk lolos beasiswa dalam dan luar kampus. Sebentar kamu jangan ilfiil dulu dengan kelebayanku ini. Melalui tulisan itu juga saya ikut menyumbangkan gagasan solutif untuk suatu persoalan yang sedang terjadi di masyarakat.
Tulisan yang saya hasilkan kemudian disatukan dalam satu buku ini. Entah esai, opini, resensi ataupun artikel ilmiah baik dilombakan atau sekedar tulisan untuk media massa. Tidak berlebihan kiranya saya beri judul menjadi generasi gemilang. Ini sebuah harapan dan doa setidaknya untuk keluarga saya sendiri haha.
Menulis sebuah buku ataupun bagi saya sebagai bentuk validasi diri bagi seseorang yang suka membaca. Sebab itu akan menjadi sebuah tolak ukur pemahaman yang didapatkan ketika mempelajari suatu topik tertentu dan menjadi ciri khas dalam membangun personal branding. Ini yang saya alami. Merasa bingung, apa output nyata yang bisa dilakukan oleh orang yang suka membaca tanpa dia menulis. Bisa aja menulis untuk industri bisnis seperti copywriting maupun hanya sebagai curhatan receh layaknya buku diary.
Buku ini saya cetak hanya terbatas 15 eksemplar saja. Memang tujuan awalnya untuk koleksi pribadi dan untuk diberikan ke perpustakaan UNU Yogyakarta pada yudisium tahun terakhir kuliah. Terlepas dari itu semua besar harapan agar buku ini menjadi bacaan yang positif dalam membangun literasi di Indonesia.
Kunjungi Juga: Â https://opac.unu-jogja.ac.id/index.php?p=show_detail&id=5473
Konsekuensi dari buku ini yang saya sesali
Tanggungjawab moral sedang saya alami saat sudah lulus kuliah. Jarang membaca karena kesibukan sebagai pemuda perusahaan yang penuh dengan deadline dan kerjaan kantor. Sehingga jarang nulis meskipun hanya satu artikel satu bulan. Ini membuat saya merasa terpukul sendiri saat merenung sendirian. "Masak dulu aktif baca sampai nulis buku terus sekarang sudah nggak lagi, apa karna bukan mahasiswa lagi".