Mohon tunggu...
Syaiful Rully
Syaiful Rully Mohon Tunggu... -

sarjana pendidikan, katanya.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Gelap

10 April 2012   13:30 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:47 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Gelap tadi,
Membuat satu cerita. Menetapi hati dengan memandang segala penjuru. Gelap, dalam satu ruangan sempit aku mencoba meraba dan menerka. Segalanya pekat, hitam tak berwarna. Disitu beberapa bebunyian hilang. Hening, sedikit hening. Tenang, sedikit tenang. Tenang, namun sempit. Sempit, terasa sesak. Sesak karena gelap memenuhi segala ruang sera sudut-sudut kotak ini. Mencoba keluar, terlihat terang, dan meman terang. Dilangit terlihat guratan-guratan awan, terlihat putih terpantul cahaya matahari yang dipantulkan bulan. Matahari murung, tetap gelap tanpa lampu. Dibalik awan, setitik kerlip bintang terlihat sendirian. Indah, dibalik awan terlukis dilangitku malam ini. Dan kamu? Berkata gelap. 20 menit.
Gelap.
Sekitar terlihat cahaya bulan berjatuhan dari langit. Dan kamu?
Kamu?
Seperti terang cahaya bulan yang sedang aku pandangi sedari tadi. Dan kamu, seperti indahnya guratan-guratan awan indah malam tadi.
Dan kamu, seperti satu kerlip bintang diantara gumpalan awan-awan yang berarak.
Dan kamu, memaknai hari dengan hari.
Gelap tadi,
Membuat satu cerita. Menetapi hati dengan memandang segala penjuru. Gelap, dalam satu ruangan sempit aku mencoba meraba dan menerka. Segalanya pekat, hitam tak berwarna. Disitu beberapa bebunyian hilang. Hening, sedikit hening. Tenang, sedikit tenang. Tenang, namun sempit. Sempit, terasa sesak. Sesak karena gelap memenuhi segala ruang sera sudut-sudut kotak ini. Mencoba keluar, terlihat terang, dan meman terang. Dilangit terlihat guratan-guratan awan, terlihat putih terpantul cahaya matahari yang dipantulkan bulan. Matahari murung, tetap gelap tanpa lampu. Dibalik awan, setitik kerlip bintang terlihat sendirian. Indah, dibalik awan terlukis dilangitku malam ini. Dan kamu? Berkata gelap. 20 menit.
Gelap.
Sekitar terlihat cahaya bulan berjatuhan dari langit. Dan kamu?
Kamu?
Seperti terang cahaya bulan yang sedang aku pandangi sedari tadi. Dan kamu, seperti indahnya guratan-guratan awan indah malam tadi.
Dan kamu, seperti satu kerlip bintang diantara gumpalan awan-awan yang berarak.
Dan kamu, memaknai hari dengan hari.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun