Mohon tunggu...
Syaiful Rahman
Syaiful Rahman Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pelajar

Saya suka membaca dan menulis. Namun, lebih suka rebahan sambil gabut dengan handphone.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Drama DPR Kurang Berbobot

4 November 2014   01:27 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:46 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Perebutan jabatan di kursi DPR masih belum usai dibicarakan. Berita terbaru menyebutkan bahwa DPR yang terdiri dari Koalisi Merah Putih (KMP) mengadakan rapat pengganti yang membahas beberapa hal penting tentunya. Namun, yang menjadi cukup membuat menarik adalah dalam rapat tersebut dibicarakan mengenai penambahan komisi. Pasalnya, penambahan komisi itu salah satunya dimaksudkan untuk memberikan kursi kepada Koalisi Indonesia Hebat (KIH). Meskipun dalam rapat tersebut KIH tidak hadir.

Berita di atas tampak sangat unik dalam dunia drama anak kecil. Saya masih ingat kejadian sekitar empat belas tahun yang lalu. Tepatnya, saat saya masih berumur lima tahun. Saat itu, bapak saya membawa oleh-oleh dari kota. Di rumah ada dua anak kecil, salah satunya adalah saya sendiri. Satunya adalah sepupu saya yang masih lebih muda lagi beberapa tahun di bawah saya.

Ibu saya bermaksud memberikan oleh-oleh dengan adil. Setiap anak akan menerima satu roti waktu itu. Kebahagiaan dan harapan untuk memakan roti itu pun muncul dalam benak masing-masing anak. Semua duduk dengan rapi agar mendapatkan roti itu. Nafsu makan sudah naik semua hingga tak tahan untuk tidak menelan ludah.

Namun, ketika roti itu dibagikan, justru ada kejadian aneh yang mungkin dapat dijadikan cerminan terhadap kondisi DPR yang ada saat ini. Saat itu, ibu memberikan roti yang pertama kepada saya. Dengan sangat bahagia saya menerima dan mencium aroma roti tersebut. Saya pun mengucapkan terima kasih kepada ibu.

Tiba-tiba sepupu saya yang masih lebih kecil dari saya itu malah menangis. Alasannya sangat simple sekali, karena dia tidak diberi roti terdahulu. Akhirnya, ibu pun bingung. Sementara saya yang juga masih belum begitu paham hanya melongok-melongok sambil bertanya dalam hati, kenapa dia menangis.

Tanpa berpikir panjang pun akhirnya ibu terpaksa memberi dua roti kepada sepupu saya itu. Satu roti memang haknya dan yang satunya lagi adalah untuk membuat dia berhenti menangis. Dan, dalam waktu yang tidak begitu lama pun dia berhenti menangis dan mulai memakan roti bersama-sama. Akan tetapi, di situ sebenarnya sudah terjadi penyimpangan keadilan akibat kekanak-kanakannya sepupu saya tersebut. Ibu terpaksa tidak adil karena dia merengek. Padahal, pada mulanya ibu sangat berkomitmen untuk memberikan roti itu secara adil.

Kini saya kembali melihat jiwa kekanak-kanakan itu justru pada para pejabat tinggi negara. DPR, yang dalam hal ini KMP menggelar rapat dengan maksud memberikan kursi bagi KIH yang saat ini sedang ngambek. Saya rasa hal itu tidak ada bedanya dengan kisah saya semasa kecil. KIH bagaikan sepupu saya yang merengek karena tidak diberi roti terlebih dahulu. Akibatnya, meskipun kelihatan sangat janggal, kelompok yang lain memberikan ruang untuk KIH.

Kalau jiwa yang ada pada anggota DPR masih seperti anak kecil, lantas apa yang bisa rakyat harapkan? Kompetensi apa yang akan mereka tunjukkan dalam mewakili rakyat dalam penentuan kebijakan lima tahun ke depan? Rasanya memang sangat tidak etis jika saya mengatakan bahwa DPR hari ini adalah kumpulan anak-anak kecil.

Akhirnya saya menjadi psimis dengan penetapan RUU Pilkada kemarin. Melihat Pancasila sila ke-4 mungkin saya dapat membenarkan keputusan itu. Akan tetapi, ketika melihat kondisi DPR yang "untuk mengurus dirinya sendiri tidak bisa" maka saya harus berpikir ulang mengenai hal itu. Saya pun memiliki harapan agar pemerintah memikirkan kembali RUU Pilkada itu.

Kalau 34 orang yang ada di kabinet dapat dengan cepat menunjukkan kerjanya, apakah 560 orang di DPR tidak bisa? Apakah mereka hanya dapat menunjukkan adegan-adegan drama yang menurut saya sudah sangat basi? Bagaimanapun rakyat sudah sangat berharap kepada para pemimpin. Saat rakyat memilih, secara otomatis harapan dan impian rakyat itu sudah digantungkan kepada yang dipilihnya itu. Dan tentu saja, para legislatif yang telah terpilih tidak boleh melupakan harapan itu.

Semoga lebih baik!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun