Selain pelajaran menjadi inisiator, yang juga cukup membekas dalam benak saya adalah pelajaran pantang menyerah. Sebuah pelajaran yang patut dijadikan pagangan dalam rangka menggapai kesuksesan tanpa mengenal putus asa. Hal ini menjadi penting bagi saya sebab saya memiliki karkater melankolis, di mana salah satu sifat negatif yang dimiliki adalah mudah putus asa.
Sama seperti yang diceritakan dalam tulisan saya sebelumnya yang berjudul Inisiator Tak Harus Bertubuh Kuat! Motivasi ini juga disampaikan oleh Ibu Nurul selaku pemandu Latihan Keterampilan Manajemen Mahasiswa Tingkat Dasar (LKMM TD) bagi bidik misi.
Bu Nurul mengisahkan seorang laki-laki muda yang bertubuh kekar dan kuat. Seorang laki-laki yang sangat disegani sebab kekuatan yang dimilikinya. Tak ada yang berani melawan kekuatan fisik yang dimilikinya. Hingga suatu saat laki-laki itu datang ke sebuah sungai yang memiliki banyak batu. Dia menghampiri sebuah batu besar dan muncul dalam benaknya untuk memecahkan batu tersebut.
Dalam pikirannya, dia sangat optimis dapat menghancurkan batu besar tersebut. Kekuatan fisiknya untuk memukulkan palu ke batu tersebut tentu akan dengan mudah dapat menghancurkan batu tersebut. Sehingga, tanpa menunggu terlalu lama, dia segera mengangkat palu besarnya. Dengan kekuatan penuh pula dia menghantamkan palu tersebut ke batu besar itu.
Sekali, dua kali, tiga kali, hingga mencapai satu hari, batu tersebut tidak menunjukkan tanda-tanda akan pecah sama sekali. Namun, laki-laki bertubuh kekar tersebut tidak mau menyerah. Dia terus menghantam batu tersebut sekuat tenaga tanpa putus asa. Dia lawan rasa capek dan lelah demi mencapai apa yang diinginkan.
Dua hari dia masih bertahan dan tetap berambisi untuk menghancurkan batu tersebut. Akan tetapi, batu besar tersebut terlalu kuat untuk dipecahkan. Batu tersebut tak menunjukkan tanda-tanda akan pecah sama sekali. Hingga pada hari ketiga, laki-laki tersebut mulai putus asa. Dia menyerah sebab rasa lelah dan putus asa sudah tak mampu dipertahankan lagi.
Dia pun duduk bersandar di sebuah batu yang lain. Wajahnya sudah sangat kelelahan dan napasnya sudah naik turun begitu cepat. Keringat dingin sudah memenuhi sekujur tubuhnya. Demikian juga dengan pikirannya yang dipenuhi rasa kecewa dan putus asa.
Kemudian, datanglah seorang kakek tua yang sudah bertongkat mendekatinya. Kakek tersebut bertanya sekaligus memperingatkan laki-laki gagah perkasa yang masih muda tersebut. “Hai anak muda, kenapa engkau tampak lesuh? Janganlah engkau berputus asa!” kata kakek tersebut setelah menaruh tongkatnya.
Tanpa banyak bicara lagi, kakek tersebut mengambil sebuah batu kecil di sampingnya kemudian melemparkan batu tersebut dengan kuat ke batu besar yang hedak dipecahkan oleh pemuda itu. Batu besar itu terbelah! Batu besar dan kuat itu terbelah hanya dengan menggunakan batu kecil atau kerikil yang dilemparkan oleh seorang kakek yang fisiknya sudah lemah.
Sontak pemuda tadi kaget dan matanya terbelalak. Tidak percaya! “Saya ingin belajar ke kakek,” ujar pemuda itu spontan. “Kakek pasti memiliki kesaktian,” tambahnya sambil memohon-mohon. Namun, kakek itu hanya menggelengkan kepala sembari tersenyum kecil.
“Tidak anak muda. Aku tidak memiliki ilmu kanuragan apapun untuk memecahkan batu itu. Batu itu memang sudah hampir pecah. Hanya saja kamu menghentikan usahamu,” terang kakek tersebut. “Anak muda,” tambah kakek itu. “Kita berusaha untuk menggapai kesuksesan namun tidak ada di antara kita yang tahu di titik mana kesuksesan kita berada. Maka jangan pernah berhenti untuk berusaha.”
***
Kalimat kakek “Kita berusaha untuk menggapai kesuksesan namun tidak ada di antara kita yang tahu di titik mana kesuksesan kita berada” cukup kuat tertanam dalam benak saya. Kalimat tersebut terasa begitu tajam dan dalam maknanya. Sebuah usaha atau proses yang tidak semestinya dihentikan hanya karena kita tidak bisa bersabar. Bagaimanapun tak ada yang ada tahu di antara manusia, kapan, di mana, dan bagaimana kesuksesan seseorang itu berada.
Dari kalimat kakek di atas, saya jadi ingat apa yang pernah dikatakan oleh Thomas Alfa Edison, “Banyak orang yang sebenarnya sudah sangat dekat dengan sukses tapi sayangnya, mereka kemudian menyerah.” Kalimat ini menyiratkan bahwa sebuah usaha untuk menggapai keberhasilan harus dijalani tanpa henti. Sebab setiap langkah usaha sebenarnya selalu mendekatkan seseorang terhadap apa yang diusahakan dan diinginkan.
Mengenai ‘menyerah’ sebenarnya juga merupakan sesuatu yang dilarang oleh Allah SWT. Dikatakan bahwa Allah SWT benci terhadap orang-orang yang berputus asa. Sebab berputus asa berarti menyerah. Putus asa juga bermakna secara impilisit mulai tidak ingat bahwa masih ada Allah yang maha berkuasa.
Bahkan dalam sebuah sirah diceritakan bahwa pada suatu waktu datang seorang laki-laki datang kepada Nabi Muhammad SAW. Laki-laki itu menceritakan tentang berbagai tindakan bejatnya yang merupakan dosa yang amat besar. Setelah mendengar penuturan laki-laki itu, Nabi SAW bersabda bahwa dosanya tidak dapat diampuni. Akibatnya, laki-laki itu menangis dan pulang.
Namun, tak lama kemudian turunlah perintah dari Allah SWT yang menyatakan bahwa pengampunan Allah sangat luas. Salah jika beranggapan bahwa akibat suatu dosa seseorang tidak dapat insyaf atau taubatnya sama sekali tidak diterima oleh Allah. Allah pun telah menegaskan, Allah akan menerima taubat yang sungguh-sungguh (taubat an-nasuha).
Selain itu, pelajaran dari kisah pemuda perkasa dengan batu besar itu juga adalah bahwa kita tidak dapat memungkiri bahwa di atas langit masih ada langit. Seorang yang gagah perkasa yang disegani oleh banyak orang pun tidak dapat menyombongkan diri, sebab ternyata dia justru tidak mampu memecahkan batu yang merupakan benda tak hidup. Padahal, manusia memiliki akal sedangkan batu tidak. Justru batu besar tersebut dapat dihancurkan oleh orang yang berfisik lemah.
Dalam bahasa lain, roda terus berputar. Bolehlah suatu saat seseorang berada di atas dengan segala keindahan dan kebesaran yang dimiliki. Namun, tak menutup kemungkinan bila di saat yang lain, dia harus berada di bawah dengan berbagai kesusahan dan kepedihan yang menimpa. Bukankah kebahagiaan sebenarnya adalah pintu kesedihan dan sebaliknya? Semoga bermanfaat!
Surabaya, 15 April 2015
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H