Mohon tunggu...
Syaiful Rahman
Syaiful Rahman Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pelajar

Saya suka membaca dan menulis. Namun, lebih suka rebahan sambil gabut dengan handphone.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Antara Reshuffle dan Penurunan Pertumbuhan Ekonomi

7 Mei 2015   00:00 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:18 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Ekonomi dan politik secara substansi tidak sama dan juga tidak bisa disamakan. Namun, dalam praktiknya, keduanya sulit—kalau tidak mau dikatakan tidak bisa—dipisahkan. Itulah yang kemudian melahirkan teori ekonomi politik.

Sebagai bagian dari ilmu sosial, ekonomi politik tidak begitu membutuhkan ruang auditorium untuk melakukan observasi. Kondisi yang terjadi di lingkungan sekitar merupakan lahan basah untuk dijadikan penelitian. Apalagi kondisi ekonomi politik yang selalu bergejolak belakangan ini semakin memberikan peluang besar untuk dijadikan topik penelitian.

Hari ini, Rabu (6/5/2015), Jawa Pos menempatkan dua berita di headline. Pertama, persoalan reshuffle menteri yang akan dilakukan oleh Presiden. Ini adalah persoalan politik. Menurut KBBI, politik adalah segala urusan dan tindakan mengenai pemerintahan negara atau terhadap negara lain.

Kedua, rendahnya pertumbuhan ekonomi yang terjadi pada kuartal pertama tahun ini. Persoalan ini pun menjadi sorotan publik karena akan menyangkut bangsa. Perlambatan pertumbuhan ekonomi akan memicu rendahnya investasi yang artinya juga akan menurunkan pendapatan negara.

Ekonomi dan Lahirnya Pendapat

Setelah Badan Pusat Statistik memberikan laporan mengenai pertumbuhan ekonomi yang dinilai terendah dalam lima tahun terakhir, berbagai pendapat bermunculan. Beberapa pendapat menyebutkan bahwa penurunan pertumbuhan ekonomi ini disebabkan oleh faktor internal dan eksternal.

Faktor internal yang dimaksud, salah satunya, adalah rendahnya belanja pemerintah. Menurut ekonom Barclays Capital, Wai Ho Leong (The Wall Street Journal, 6 Mei 2015), pemerintah hanya mengeluarkan 7 triliun rupiah dari anggaran 290 triliun rupiah untuk proyek infrastruktur. Padahal, sebagaimana diketahui bahwa infrastruktur yang memadai akan menjadi pertimbangan utama bagi datangnya investor. Demikian juga, infrastruktur akan sangat  menentukan pemerataan pembangunan.

Oleh karena itu, pembangunan infrastruktur yang memadai seyogyanya menjadi perhatian utama untuk mengurangi ketimpangan perekonomian selama ini. Pemertaan distribusi pendapatan merupakan topik utama dalam upaya mengurangi kemiskinan. Sebagai tambahan, terkait distribusi pendapatan juga perlu adanya ketegasan terhadap tindakan korupsi.

Berikutnya adalah faktor eksternal. Faktor ini terjadi di luar kendali pemerintah Indonesia. Misalnya, rendahnya pertumbuhan ekonomi di negara-negara yang biasa menjadi tujuan ekspor produk Indonesia seperti Tiongkok dan Singapura. Disebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi Tiongkok mengalami penurunan dari 7,4 persen menjadi 7 persen. Begitu juga dengan Singapura, dari 4,9 persen menjadi 2,1 persen.

Padahal, melemahnya rupiah sebenarnya bisa dijadikan kesempatan bagi Indonesia untuk meraup keuntungan dengan melakukan ekspor. Jika kurs Yuan (mata uang Tiongkok) terhadap rupiah saat ini masih dalam kisaran 2.098,37 dan kurs dollar Singapura masih dalam kisaran 9.819,61 maka ini menjadi kesempatan yang luar biasa.

Selain ekspor, yang akan menjadi kesempatan bagi Indonesia dalam memanfaatkan lemahnya rupiah adalah fungsionalisasi pariwisata Indonesia. Dengan lemahnya rupiah maka akan banyak turis-turis asing akan berpariwisata ke Indonesia sehingga dapat meningkatkan pendapatan negara.

Akan tetapi, kesempatan itu akan hilang sia-sia bila pertumbuhan ekonomi di negara-negara tersebut juga mengalami penurunan dan kesiapan Indonesia untuk menyambut kesempatan itu juga tidak ada, baik ketersediaan infrastruktur yang tidak memadai maupun pengelolaan pariwisata yang masih jauh dari ideal.

Reshuffle dan Tantangan

Gejolak penurunan pertumbuhan ekonomi yang terjadi saat ini sebenarnya menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintahan Jokowi. Pasalnya, revisi anggaran pemerintah telah disetujui dan rencananya akan direalisasikan pada awal April. Sehingga kondisi ini akan menantang pemerintahan Jokowi untuk segera membuktikan janji-janji manisnya.

Lebih unik lagi, di tengah gejolak perekonomian ternyata isu reshuffle justru muncul ke permukaan. Sebagaimana diketahui bahwa masalah kenaikan BBM, lonjakan harga beras, dan lain-lain tentu akan langsung menyoroti menteri bidang perekonomian. Hal ini menyebabkan keberadaan menteri bidang perekonomian saat ini terancam di­-reshuffle.

Yang menjadi pertanyaannya adalah, jika menteri di bidang perekonomian akan di-reshuffle maka apakah tidak akan menghambat realisasi rencana yang telah disepakati? Persoalannya adalah bukan terletak pada proses adaptasi menteri baru melainkan pada proses rekrutmen. Jabatan politik di Indonesia adalah jabatan yang cukup rawan. Setiap proses penempatan seseorang dalam suatu jabatan selalu menuai pro kontra. Itu menyebabkan molornya realisasi program pemerintah.

Di sisi lain, program Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 sudah di ambang pintu. Sementara kesiapan Indonesia dalam menghadapi tantangan pasar bebas tersebut masih dipertanyakan. Artinya, keterlambatan realisasi program ekonomi akibat proses reshuffle tentu akan sangat berpengaruh terhadap kemampuan daya saing Indonesia di tengah MEA.

Untuk itu, fokus pembangunan yang menunjang daya saing Indonesia di dunia internasional sebaiknya menjadi titik utama daripada proses reshuffle. Percepatan pembangunan infrastruktur dan pengembangan sumber daya manusia merupakan dua hal yang harus segera dituntaskan. Itu juga pemerintah memang serius untuk mengadakan perbaikan terhadap negara dan bangsa ini. Persoalan politik yang sering kali hanya merecoki perbaikan Indonesia sebaiknya dikesampingkan terlebih dahulu. Wallahu a’lam!

Surabaya, 6 Mei 2015

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun