Mohon tunggu...
Syaiful Rahman
Syaiful Rahman Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pelajar

Saya suka membaca dan menulis. Namun, lebih suka rebahan sambil gabut dengan handphone.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Di Rumah Tanpa TV, Tetangga Jadi Solusi

4 Januari 2025   14:27 Diperbarui: 4 Januari 2025   14:27 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Sebenarnya, tradisi tanpa TV di rumah bermula sejak saya kecil. Saya hidup di desa dengan kondisi ekonomi elit alias ekonomi sulit. Ditambah lagi, era itu, 1990-an, TV masih termasuk barang mewah di desa.

Ternyata kebiasaan rumah tanpa TV itu berlanjut hingga saya menikah. Ketika ekonomi membaik, orang tua saya sempat menyampaikan keinginannya untuk membeli TV ke kakak. Namun, kakak menolak dengan alasan TV tidak memiliki banyak manfaat, lebih baik uangnya dipakai biaya pendidikan saja.

Keyakinan bahwa TV lebih banyak dampak negatifnya daripada positifnya dalam diri saya semakin menguat di kala saya duduk di bangku SMP. Saya menemukan sebuah puisi, lupa judulnya, yang mengulas dampak negatif TV. 

Namun, bukan berarti saya tidak pernah menonton TV. Saya juga suka menonton TV, tapi di rumah tetangga. Saya suka film Doraemon, Power Rangers, Cinta Fitri, dan sebagainya.

Seiring perjalanan waktu, saya menjadi sadar bahwa rumah tanpa TV itu indah juga. Orang tua tidak perlu teriak-teriak untuk menyuruh anak berhenti menonton TV. Bayangkan kalau punya TV di rumah, bisa tiap hari perang agar anak mematikan TV, agar anak shalat, belajar, dan sebagainya.

Dengan tanpa TV, momen untuk kumpul bersama, ngobrol bersama, dan membangun keharmonisan menjadi lebih banyak. Biasanya, kami tiap sore duduk bersama di beranda. Kami ngobrol banyak hal. 

Lantas, apa gunanya rumah tanpa TV kalau toh akhirnya nonton di tetangga juga? Nah, kesadaran ini saya peroleh ketika sudah dewasa. Ternyata menonton TV di tetangga masih lebih baik daripada punya TV di rumah.

Dengan menonton TV di tetangga, setidaknya anak sebagai tamu harus mengikuti tuan rumah. Tidak memiliki kekuasaan terhadap remote TV. Dari situ, anak bisa belajar mengendalikan keinginan dan toleransi.

Belum lagi manfaat pengaturan waktu. Anak tidak bisa bebas mematikan dan menyalakan TV semaunya. Ketika tuan rumah mau mematikan TV, anak tidak bisa menolak. Anak harus belajar lapang dada.

Itulah yang berada dalam pikiran saya. Oleh karena itu, ketika saya punya anak dan ingin mengendalikan dia dari interaksi dengan TV tidak terlalu sulit. Karena dari awal saya dan istri juga tidak terlalu suka TV. 

Paling-paling anak hanya menonton TV kalau berkunjung ke rumah kakeknya. Paling-paling anak hanya melihat TV sebentar, dan itu jarang sekali, di rumah tetangga. Di rumah, anak bisa bermain bersama saya dan mamanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun