Sudah mafhum jika seseorang berharap memiliki pemimpin yang sempurna. Layaknya mengharapkan kehadiran ratu adil. Namun, mungkinkah itu terjadi?
Faktanya, kita masih hidup di dunia yang fana ini. Setiap manusia memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Mustahil mengharapkan manusia tanpa cela.
Jangankan manusia biasa, bahkan para nabi pun tak luput dari salah. Hanya saja, para nabi dimaksumkan oleh Allah. Kesalahannya diampuni dan kesalahannya penuh dengan hikmah.
Tak ada manusia yang bisa menyenangkan semua orang. Demikian pula, tak ada pemimpin yang sempurna di mata semua orang yang dipimpinnya.Â
Mungkin seorang pemimpin dipandang ssmpurna di mata sebagian orang. Namun, tak menutup kemungkinan untuk dipandang buruk di mata sebagian yang lain.
Dengan demikian, baik pemimpin maupun yang dipimpin perlu memiliki kesadaran manusiawi. Kedua belah pihak perlu mengambil sudut pandang yang lebih terbuka.
Kesadaran Pemimpin
Seorang pemimpin harus memiliki kesadaran yang istikamah bahwa setiap kebijakannya akan memberikan pengaruh terhadap orang lain. Tindak tanduknya akan selalu disorot oleh orang lain.Â
Tanggung jawab yang diemban memberikan dampak yang signifikan bagi posisi dirinya di tengah lingkungannya. Dia bukan lagi sebagai individu yang bebas tanpa bondering.Â
Namun, ketika ada sebagian yang dipimpin tidak menyukainya, seorang pemimpin harus sadar bahwa dirinya manusia biasa. Dia tidak mungkin bisa menyenangkan semua orang. Sepanjang tindakannya sesuai dengan peraturan yang berlaku dan kepentingan kemanusiaan serta kebenaran maka terus saja melangkah.
Akan tetapi, jangan lupa juga bahwa orang yang tidak suka tidak berarti salah. Justru pemimpin perlu melakukan evaluasi apakah kebijakannya sudah benar atau tidak. Bisa jadi rasa tidak suka muncul akibat kebijakan yang salah.