Pertengahan Desember 2024 ini, anak kami genap berusia dua tahun. Artinya, kami sudah dua tahun melewati masa-masa bersama anak pertama. Banyak kisah yang sudah kami alami sebagai orang tua newbie. Sebagian kisah memang membuat kami sedih, misalnya kala melihat anak sakit, namun sebagian yang lain sungguh amat menyenangkan, misalnya ketika anak tumbuh sehat.
Pada usia awal, tantangan yang kami hadapi seputar kesehatan anak. Khususnya kesehatan fisiknya. Kami berusaha memberikan yang terbaik, khususnya terkait dengan asupannya. Terkadang kami perlu diskusi dengan orang-orang yang lebih berpengalaman dari kami. Ya, meskipun kami sadar, apa yang kami lakukan belum sempurna.Â
Akan tetapi, ketika anak sudah beranjak bisa meminta dan berjalan aktif, tantangan yang kami hadapi semakin kompleks juga. Anak mulai bisa minta diperlihatkan HP atau video-video kesukaannya melalui laptop. Kami harus lebih ekstra untuk mengontrol dan mangatur keinginan anak.
Bagaimanapun, sebagai orang tua, kami ingin anak tumbuh dengan baik. Tidak hanya baik pertumbuhan fisiknya, namun juga baik dari sisi pertumbuhan nonfisiknya, misalnya kognitif, emosional, dan sebagainya. Untuk itu, kami berupaya untuk mengendalikan interaksi anak dengan segala jenis gadget, khususnya saat berada di rumah.
Sebuah kebetulan, kami tidak terlalu suka menonton televisi sehingga kami tidak pernah menyalakan televisi di rumah. Bahkan, ketika televisi kami rusak, kami biarkan saja. Karena kalaupun diperbaiki, tidak kami gunakan juga. Jadi, untuk masalah mengontrol anak dari interaksi dengan televisi bukan persoalan yang rumit bagi kami.
Itu sangat berbeda dengan cara kami mengontrol interaksi anak dengan HP. Apalagi pekerjaan kami selalu membutuhkan komunikasi melalui HP. Alhasil, itu menjadi tantangan yang tidak mudah bagi kami. Namun, kami harus tetap berusaha menghadapinya demi kebaikan anak ke depan.
Tentu saja, kami tidak bisa memarahi atau menyalahkan anak ketika dia ingin melihat HP. Usia dia masih terlalu kecil untuk mengerti dampak negatif HP. Yang perlu kami lakukan adalah kami harus mengontrol diri agar tidak bermain HP di depan anak. Kami harus ikut berpuasa untuk tidak terlalu sering bermain HP.
Lantas bagaimana ketika anak menonton televisi atau melihat HP bersama teman-temannya? Dalam situasi ini, kami memilih untuk tidak terlalu ketat. Kami biarkan ketika anak menonton video bersama temannya saat bermain atau menonton televisi di rumah kakek neneknya.Â
Salah satu alasannya adalah kami tidak ingin anak terisolasi dari lingkungan sekitarnya. Jadi, kami beri dia ruang yang cukup saat belajar bersosialisasi. Akan tetapi, ketika berada di rumah, anak harus mendapatkan hiburan yang menarik yang bukan berasal dari televisi atau HP.
Dalam tulisan-tulisan berikutnya, kami ingin berbagi langkah-langkah kami dalam mengontrol anak agar tidak kecanduan gadget. Karena kami masih termasuk orang tua baru, baru menikah dan baru punya anak, tentu pengalaman kami masih sangat sedikit. Namun, kami berharap, pengalaman yang sedikit itu bermanfaat untuk kami sekeluarga khususnya, lebih-lebih untuk orang lain juga.