Mohon tunggu...
Syaiful Rahman
Syaiful Rahman Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pelajar

Saya suka membaca dan menulis. Namun, lebih suka rebahan sambil gabut dengan handphone.

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

Stres Menyusui Anak Pertama, Suami Jadi Support System Utama

17 Agustus 2023   09:09 Diperbarui: 20 Agustus 2023   18:16 309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jumat, 16 Desember 2022 menjadi pengalaman berharga bagi kami---saya dan istri. Pada hari itu, anak pertama kami lahir secara sesar. Kini anak kami telah mulai menginjak bulan kesembilan. Kami sangat bersyukur karena dia dapat tumbuh dengan sehat dan lucu.

Kalau mengingat masa-masa awal, sungguh sebuah perjuangan yang tidak mudah. Kami belum memiliki banyak pengalaman dalam hal pengasuhan anak. Kami hanya tahu bahwa seorang ibu perlu mendapatkan dukungan yang kuat dari suaminya. Apalagi saat-saat menyusui. Seorang suami sangat perlu dukung ibu menyusui.

Itu adalah pengalaman pertama istri saya menyusui bayi. Sementara anak kami belum mengerti cara menyusu. Artinya, kami --saya, istri, dan anak kami---sama-sama baru belajar. Saya baru belajar menjadi papa bagi anak saya. Istri baru belajar menjadi mama. Anak saya baru belajar menyusu.

Berbagai cara dilakukan, namun tidak efektif. Misalnya, saat menyusui, di bawah bayi dikasih bantal. Tetap tidak berhasil. Akibatnya, istri saya stres. Tertekan. ASI-nya keluar sangat sedikit. Anak kami menangis karena kelaparan.

Saya berusaha memberikan dukungan kepada istri. Memberikan semangat. Membantu memiringkan anak. Namun, itu tidak berhasil memecahkan persoalan yang kami hadapi. Dilema melanda kami. Pihak rumah sakit melarang kami memberikan susu formula, sementara ASI tidak bisa diterima dengan baik oleh anak kami.

Sumber: Dokumentasi Penulis
Sumber: Dokumentasi Penulis

Kami pun mencoba membeli pompa ASI. Harapannya itu menjadi solusi. Akan tetapi, ternyata memompa pada awal-awal tidak semudah yang dibayangkan. ASI-nya tidak mau keluar dengan deras. Saya tidak tahu pasti penyebabnya.

Untuk membantu, setelah pulang dari rumah sakit, kami membeli susu formula. Setidaknya itu dapat mengisi perut anak kami agar tidak kelaparan. Sebab kalau kelaparan, dia menangis dengan sangat keras. Kami tidak tega melihatnya.

Untuk sementara, susu formula dapat membantu psikologi kami. Meskipun kegelisahan tetap melanda batin kami. Kami tidak ingin anak kami terus menerus minum susu formula. Kami yakin, ASI memiliki manfaat yang jauh lebih baik daripada susu formula jenis apa pun.

Berdasarkan rekomendasi partner kerja istri ketika menjenguk anak kami, akhirnya kami pergi dokter anak. Dokter tersebut sangat bersahabat sehingga kami merasa nyaman. Bahkan menjadi dokter langganan anak kami ketika anak kami perlu periksa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun