Mohon tunggu...
Syaiful Rahman
Syaiful Rahman Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pelajar

Saya suka membaca dan menulis. Namun, lebih suka rebahan sambil gabut dengan handphone.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Karakter Manusia Takkan Tergantikan AI

16 Agustus 2023   09:58 Diperbarui: 16 Agustus 2023   10:05 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Artificial intelligence (AI) telah berkembang pesat. Para ilmuan terus berupaya untuk menghasilkan inovasi-inovasi terbaru terkait penggunaan dan pengembangan AI. Tujuannya adalah untuk memudahkan pekerjaan manusia. Sebab dengan AI, pekerjaan manusia semakin mudah.

Namun, para kaum elit sempat mengkhawatirkan perkembangan AI. Hal itu mengingat teknologi selalu bermata dua. Tanpa ada aturan yang komprehensif maka dampak negatif perkembangan teknologi dapat berakibat fatal. Di samping itu, aturan yang dibuat tidak boleh menjadi kerangkeng sehingga teknologi tidak bisa berkembang.

Dalam artikel ini, kita akan diskusikan betapa perkembangan AI semakin membuat manusia berpikir instan. Sebagai contoh, munculnya aplikasi ChatGPT yang viral baru-baru ini. Aplikasi tersebut dapat berkomunikasi dengan user dengan sangat interaktif. Apa pun yang kita tanyakan, dia akan menjawabnya dengan cepat.

Kemudahan ini tentu akan menimbulkan gaya berpikir instan. Bila tidak terkendali, kebiasaan berpikir instan akan berakibat tidak baik bagi seseorang dalam jangka panjang. Orang yang selalu berpikir instan akan sulit mengendalikan emosinya ketika berhadapan dengan sesuatu yang menuntut kesabaran.

Bagaimanapun perkembangan teknologi di masa depan, kesabaran harus tetap terus dilatih. Kestabilan mental dan emosional harus tetap dijaga dengan baik. Pasalnya, ada banyak hal yang tetap belum bisa digantikan oleh teknologi. Hal-hal tersebut membutuhkan proses yang tidak instan.

Sebagai contoh, untuk menghasilkan sebuah karya tulis, ChatGPT dapat membantu kita. Kita tinggal mengajukan tema, nanti aplikasi tersebut akan memberikan naskahnya. Namun, tentu saja naskah tersebut memiliki sejumlah kekurangan.

Pertama, karena teknologi bukan manusia yang memiliki perasaan maka dalam menyusun kalimat sesuai algoritmanya. Dia tidak bisa memikirkan pemilihan diksi atau ungkapan sehingga menimbulkan sentuhan bagi pembaca. 

Kedua, bila dalam naskah tersebut mencantumkan referensi maka akurasi referensi tersebut perlu diragukan. Sebab bila referensi tersebut diperiksa di search engine Google, referensi tersebut acap kali tidak ada. 

Hal ini menunjukkan bahwa untuk kepentingan-kepentingan tertentu, AI dapat dijadikan media untuk brainstorming ide. Namun, bukan berarti kita dapat serta merta menggunting salin hasil dari AI. Di sinilah, kesabaran sangat diperlukan.

Kesimpulannya, perkembangan AI memang sangat membantu memudahkan pekerjaan manusia. Akan tetapi, manusia tidak boleh terlena sehingga melupakan esensi dan nilai-nilai dirinya. Sebab secanggih apa pun perkembangan teknologi, kepribadian dan karakter manusia tidak akan mudah digantikan oleh teknologi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun