Saya mendapat amanah untuk mewawancarai salah satu dosen fakultas saya. Saya memilih seorang professor yang berasal dari daerah yang sama dengan saya, Prof Ady. Selain wawancara, saya juga memanfaatkan kesempatan tersebut untuk berhubungan lebih dekat dengan beliau. Karena kami sama-sama berasal dari Sumenep, tentunya etika kesopanan sebagaimana Sumenep sangat saya perhatikan. Namun, bukan berarti kaku juga. Saya tetap berusaha agar proses wawancara tampak enjoy.
Meskipun mungkin tidak seratus persen namun, saya merasa telah sedikit berhasil menyentuh beliau. Beliau tampak tertarik dengan gaya saya. Bahkan saya diminta untuk membuat sebuah majalah di salah satu panti di mana beliau menjadi ketuanya. Saya berpikir sejenak karena ada beberapa hal yang membuat saya tidak bisa langsung memutuskan.
Pertama, saya harus berpikir karena saya belum pernah membuat majalah. Waktu itu saya masih baru di Humas. Saya tidak punya jaringan ke percetakan, layouter, dan desainer. Saya khawatir bila langsung menyetujui ternyata saya tidak bisa memberikan yang terbaik maka bisa mengecewakan beliau. Saya khawatir kalau karena terlalu terburu-buru mengambil keputusan justru membuat saya dengan beliau malah renggang.
Kedua, saya masih terkendala oleh transportasi. Bagaimanapun saya tidak memiliki alat transportasi untuk pulang pergi dari panti tersebut. Saya juga sering lupa arah di Surabaya. Hal ini juga membuat saya harus berpikir lebih lama. Soalnya, kalau membuat majalah dan saya tidak punya tim maka (menurut saya) akan sangat memforsil tubuh dan pikiran. Saya mesti bolak-balik untuk meliput kegiatan dan memotretnya. Padahal sekali lagi saya tidak memiliki kendaraan.
Akan tetapi, saya sadar bahwa saya teledor. Lama berselang saya tidak pernah menghubungi beliau lagi. Hingga saya pun merasa malu kepada beliau untuk membicarakan mengenai pembuatan majalah. Kalaupun saya bertemu dengan beliau, saya hanya mengucapkan “Assalamualaikum” dan menyalami beliau.
Memang mungkin beliau tidak berpikir negatif terhadap saya tapi saya sendiri yang merasa sungkan. Saya merasa telah mengecewakan beliau dan tidak bisa diberi amanah atau kepercayaan. Sampai sekarang, sebenarnya, dalam hati kecil saya masih ingin menindaklanjuti mengenai pembuatan majalah tersebut. Saya mengimpikan, apabila nanti saya sudah memiliki kemampaun, lahir dan batin, saya akan kembali menindaklanjuti. Setidaknya saya bisa memberikan yang terbaik terhadap orang lain. Dengan kata lain, saya bisa menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain.
Surabaya, 20 Februari 2015
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H