Siang itu semua berjalan seperti biasa. Di perempatan jalan saat lampu lalu lintas menyala merah, sekumpulan remaja berpakaian ala funk, sambil salah satu dari mereka memainkan ukulele sementara dua lainnya bernyanyi dengan improvisasi tepukan tangan dengan lantang menyanyikan lagu bertema kesenjangan.
Di balik kaca mini bus, sang supir dengan mimik wajah datar mengangkat telapak tangannya tanda maaf tak bisa memberi hanya dengan anggukkan kepala tanpa membuka kaca jendela mobilnya. Mereka pun beranjak ke deretan motor yang berjajar tak beraturan sambil terus mendendangkan irama kesenjangan itu.
Seorang ibu yang di bonceng seorang pria yang mungkin anaknya, sejak dari tadi sudah merogoh dompet lusuhnya lantas menarik satu lembar uang dua ribuan.Â
Dengan senyumannya di masukkan uang tersebut ke kantong bekas permen yang disodorkan anak-anak funk itu. Mereka pun membalas dengan ucapan terima kasih. Juga dua sejoli yang terlihat mesra dalam pelukan melingkari pinggang wajah sumringah, membagi kebahagiaan mereka dengan senyuman manis ke dalam kantong bekas permen itu.
Run down lampu lalu lintas sudah hitungan lima detik lagi. Motor-motor pun saling berebut untuk start di garis terdepan.Â
Seorang pengendara motor tua dengan motor yang juga keluaran lama, tetap setia di belakang garis stop sambil melihat ke hitungan mundur lampu lalu lintas itu tanpa tergoda untuk mengikuti barisan ngawur para pemotor lain yang melewati garis batas stop dan sudah tak sabar ingin tancap gas. Sementara mobil di belakangnya membunyikan klakson ke pengendara motor tua itu berkali-kali. Lima detik yang melatih kesabaran setiap pengguna jalan.
Dan lampu pun menyala hijau. Semua bergegas meninggalkan segala macam rasa dalam kepulan debu dan asap knalpot. Dari kejenuhan, kesabaran, sebal, senda gurau dua sejoli yang mungkin mengharapkan lampu tetap menyala merah semerah hati mereka yang sedang merekah, sekumpulan anak funk yang senang mendapatkan sedikit uang recehan dan juga keikhlasan.
Sementara aku menyaksikannya saat berusaha menyeberang di zebra cross dan menyimpan semua rasa yang tertinggal itu di lima detik terakhir setibanya aku di trotoar seberang jalan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H