Mohon tunggu...
Syaifull Hisyam
Syaifull Hisyam Mohon Tunggu... wiraswasta -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Berkaca Pada Semut

13 Oktober 2016   20:37 Diperbarui: 13 Oktober 2016   21:21 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sore itu saya menelusuri jalanan setapak menuju sawah. Cukup lama aku tak mengunjunginya, rupanya hamparan luas tanaman padi mulai menguning serempak. Ada sebagian yang telah dipanen dan sebagian lagi masih di babat.

Suara kecebong mulai bersaut-sautan mengisi sunyi sore itu. Tak jauh dari tempatku berpijak seekor kadal tengah bersusah payah menangkap belalang sembah. Entah kenapa dinamakan belalang sembah, mungkin karena bentuknya mirip dengan orang yang sedang ruku, atau bersujud.

Hap... Belalang sembah itupun tertangkap. Nyawa seketika itu melayang menjauh dari raganya. Miris menyaksikan sandiwara yang disajikan Tuhan untukku. Terkadang hidup memang memerlukan pengorbanan bahkan nyawa yang menjadi taruhannya, layaknya Ismail yang berani bertaruh nyawa demi sebuah kepatuhan pada ayahandanya Ibrahim. Tak seberapa lama diriku duduk selonjor di bawah pohon kapuk randu sekumpulan semut mengerubungiku. 

Saya pikir aku bukanlah seonggok gula tetapi kenapa mereka mengerubungiku? Mungkinkah ini adalah sebuah karma? Oh my god ternyata lubang tempatnya keluar masuk tanpa sengaja ku tindih hingga tertutup dalam jangka waktu yang lumayan lama. Astaghfirullooh. Seandainya aku mengerti bahasa semut kan ku utarakan kesalahanku meski se ujung jari, tetapi aku bukanlah raja Sulaiman yang mampu berbahasa binatang. Aku hanyalah se ongggok daging yang gagu membisu kala melihat kenyataan ini.

Teringat olehku kala masih balita, nasiku dipiring habis dilalap ayam dan aku hanya bisa tergagap diam tanpa satu katapun terucap. Tetapi kala ayam-ayam itu telah kenyang spontan saja aku teriak menangis sejadi-jadinya. Rupanya tangisku petang itu sia-sia. ayam-ayam itu telah kenyang dan aku jadi nyengir dibuatnya.

Masa kecil yang buatku amat menderita tapi aku merasa kini menjadi orang yang paling beruntung di dunia. So i like it but everything about life don,t worry. Walking your life be happiness.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun