Mohon tunggu...
Syaiful Anwar
Syaiful Anwar Mohon Tunggu... Dosen FEB Universitas Andalas Kampus Payakumbuh

Cara asik belajar ilmu ekonomi www.unand.ac.id - www.eb.unand.ac.id https://bio.link/institutquran

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Karnaval Algoritma (1).

31 Maret 2025   13:02 Diperbarui: 31 Maret 2025   13:02 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerbung. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Yuri B

Bab 1: Ritual Para Dewa di Menara Kaca 

(Sebuah Narasi Liris tentang Uang, Asap, dan Janji yang Menguap) 

Di puncak Menara Kaca W**S**, kabut tebal menyelimuti langit-langit yang terbuat dari kaca berlapis emas. Di sana, di ruang tak berbentuk kecuali deretan layar hologram yang memantulkan angka-angka tak berjiwa, Dewa F*d berdiri. Jubahnya---selembar kain yang dirajut dari sertifikat utang negara-negara Dunia Ketiga---berkibar pelan, menebar aroma besi tua dan ketamakan yang khas. Tangannya menggenggam tongkat kristal bertatahkan tulisan "In God We Trust", tapi matanya, yang tak pernah berkedip, memantulkan deretan kode algoritma berwarna hijau dan merah. 

"Saatnya," bisiknya, suaranya menggema seperti deru mesin pencetak uang kuno. Jarinya yang keriput menekan tombol perunggu bertuliskan QE Unlimited. 

BRUUMMM---! 

Suara gemuruh mengoyak kesunyian. Dari perut menara, asap tebal berwarna kelabu membubung, membentuk awan berbentuk dolar. Uang-uang kertas baru---masih hangat, masih berbau tinta segar---berhamburan ke langit. Benjamin Franklin di setiap lembarannya tersenyum lebar, tapi matanya kosong, seperti tahu ini semua hanya lelucon. 

"Untuk rakyat!" teriak Dewa F*d, suaranya dipenuhi getar kebahagiaan palsu. Tapi uang-uang itu tak turun ke bumi. Mereka berputar-putar, berkilauan sesaat, lalu berubah menjadi batangan emas yang melayang ke puncak Menara Nasdaq---dimana naga-naga saham dengan mata rubi sedang mengantri, lidah api mereka siap melahap. 

Di bawah, di jalanan Brook*** yang lembap oleh hujan asam, seorang perempuan bernama Maria berlari. Rambutnya yang sudah beruban tertiup angin, tangannya yang pecah-pecah mencoba menangkap selembar dolar yang tercecer. "Tolong... ini untuk sewa bulan ini!" jeritnya, tapi dolar itu tiba-tiba terbakar. Abu yang tersisa hanya meninggalkan pesan samar: "Kami peduli. -The F*d." 

 Tarian Bunga Beracun di Kebun Anggur Eropa 

Sementara itu, di seberang samudra, Dewa ECB---bertopeng emas dengan ukiran 12 bintang yang selalu berputar---melangkah ringan di atas kebun anggur Spanyol. Kakinya tak menyentuh tanah; dia hanya melayang, menyebarkan bubuk bunga negatif dari kantong sutra bertuliskan "Kebijakan Moneter". 

"Minumlah, tanah-tanah malang," bisiknya, sambil menari-nari di atas petak kebun Carlos, seorang petani yang keluarganya telah menggarap lahan ini selama lima generasi. Anggur-anggur merambat dengan cepat, buahnya membesar tak wajar, tapi kulitnya berwarna hitam legam. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun