Mohon tunggu...
Syaiful Anwar
Syaiful Anwar Mohon Tunggu... Dosen - Dosen FEB Universitas Andalas Kampus Payakumbuh

Cara asik belajar ilmu ekonomi www.unand.ac.id - www.eb.unand.ac.id https://bio.link/institutquran

Selanjutnya

Tutup

New World

Erosi Interaksi Sosial di Era Digital : Kehilangan Nilai-nilai Sosial karena Digitalisasi.

13 Januari 2025   08:41 Diperbarui: 13 Januari 2025   08:41 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
New World. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Digitalisasi telah membawa revolusi besar dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Kemajuan teknologi dan internet memberikan kemudahan akses informasi, mempercepat komunikasi, dan menciptakan dunia tanpa batas. Namun, di balik segala kelebihannya, era digital juga membawa tantangan serius terhadap nilai-nilai sosial yang telah lama menjadi fondasi interaksi masyarakat.

Transformasi Interaksi Sosial di Era Digital

Digitalisasi telah mengubah cara manusia berinteraksi. Dulu, percakapan dilakukan secara langsung, dengan tatapan mata, ekspresi wajah, dan sentuhan fisik yang memperkaya hubungan. Kini, interaksi banyak terjadi melalui layar ponsel atau komputer. Media sosial, aplikasi perpesanan, dan platform digital lainnya menjadi sarana utama untuk berkomunikasi.

Sayangnya, meski menawarkan kenyamanan, interaksi digital seringkali kehilangan kedalaman emosional. Percakapan melalui teks tidak mampu sepenuhnya menyampaikan nuansa emosi seperti nada suara atau ekspresi wajah. Akibatnya, hubungan manusia menjadi lebih dangkal dan rentan terhadap kesalahpahaman.

Kehilangan Nilai-Nilai Sosial Tradisional

Era digital juga mengikis nilai-nilai sosial tradisional yang dulunya menjadi perekat masyarakat. Berikut adalah beberapa dampak signifikan:

  1. Menurunnya Empati dan Kepedulian Sosial
    Ketika interaksi bergeser ke dunia maya, empati dan kepedulian sosial sering kali terabaikan. Orang lebih fokus pada citra diri di media sosial daripada membangun hubungan yang bermakna. Fenomena ini terlihat pada tren "like" dan "comment" yang menjadi ukuran validasi, menggantikan dukungan emosional langsung.
  2. Individualisme yang Berlebihan
    Teknologi memberikan kebebasan untuk menyesuaikan dunia digital sesuai preferensi pribadi. Namun, hal ini sering kali memperkuat individualisme dan mengurangi semangat kolektivisme. Masyarakat semakin jarang melakukan kegiatan bersama, seperti gotong royong atau kumpul keluarga, karena lebih nyaman dengan hiburan pribadi di layar gadget.
  3. Polarisasi dan Konflik Sosial
    Media sosial sering kali menciptakan ruang gema (echo chambers) di mana orang hanya terpapar pada pandangan yang sejalan dengan keyakinan mereka. Hal ini memperburuk polarisasi sosial dan memicu konflik di ruang digital, yang kemudian merembet ke dunia nyata.
  4. Hilangkan Tradisi dan Kearifan Lokal
    Digitalisasi mengutamakan informasi global, tetapi sering mengabaikan tradisi dan kearifan lokal. Generasi muda lebih mengenal budaya populer dari negara lain dibandingkan dengan warisan budaya daerah mereka sendiri, sehingga terjadi erosi identitas budaya.

Mengembalikan Nilai-Nilai Sosial di Era Digital

Untuk mengatasi erosi nilai-nilai sosial ini, perlu adanya upaya kolektif dari berbagai pihak, baik individu, keluarga, masyarakat, maupun pemerintah. Beberapa langkah yang dapat dilakukan meliputi:

  1. Meningkatkan Literasi Digital
    Pendidikan tentang penggunaan teknologi yang bijak harus dimulai sejak dini. Literasi digital tidak hanya mencakup kemampuan teknis, tetapi juga kesadaran etika dalam berinteraksi di dunia maya, seperti menghargai perbedaan dan menjaga empati.
  2. Mengatur Waktu Penggunaan Teknologi
    Individu dan keluarga perlu menetapkan batasan waktu penggunaan teknologi. Misalnya, dengan meluangkan waktu untuk berbicara langsung tanpa distraksi gadget, terutama saat makan bersama atau menghadiri acara keluarga.
  3. Menghidupkan Kembali Tradisi Lokal
    Pemerintah dan komunitas lokal dapat berperan dalam mempromosikan kembali tradisi lokal melalui media digital. Festival budaya, seni tradisional, dan kearifan lokal dapat diperkenalkan melalui platform digital untuk menarik perhatian generasi muda.
  4. Mendorong Aktivitas Sosial Offline
    Kegiatan yang melibatkan interaksi langsung, seperti gotong royong, olahraga bersama, atau program komunitas, harus terus didorong. Kegiatan ini tidak hanya memperkuat ikatan sosial, tetapi juga menjadi cara untuk mengurangi ketergantungan pada teknologi.

Digitalisasi adalah pisau bermata dua. Di satu sisi, ia membuka peluang besar untuk pertumbuhan ekonomi, pendidikan, dan komunikasi. Namun, di sisi lain, ia membawa tantangan serius terhadap nilai-nilai sosial yang telah menjadi fondasi masyarakat. Oleh karena itu, perlu adanya upaya yang serius untuk menjaga keseimbangan antara pemanfaatan teknologi dan pelestarian nilai-nilai sosial agar manusia tidak kehilangan esensi dari kehidupan bermasyarakat.

Contoh Erosi Interaksi Sosial di Era Digital: Kehilangan Nilai-Nilai Sosial karena Digitalisasi

Digitalisasi telah merombak cara manusia berinteraksi, membawa kemudahan dan efisiensi yang belum pernah ada sebelumnya. Namun, transformasi ini tidak selalu positif. Perubahan mendalam dalam cara kita berkomunikasi dan berhubungan satu sama lain telah menyebabkan terjadinya erosi interaksi sosial, di mana nilai-nilai sosial yang sebelumnya menjadi fondasi masyarakat perlahan mulai memudar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten New World Selengkapnya
Lihat New World Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun