Mohon tunggu...
Syaiful Anwar
Syaiful Anwar Mohon Tunggu... Dosen - Dosen FEB Universitas Andalas Kampus Payakumbuh

Cara asik belajar ilmu ekonomi www.unand.ac.id - www.eb.unand.ac.id https://bio.link/institutquran

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Politik Dinasti dan Pemilihan Kepala Daerah oleh DPRD ; Sebuah Refleksi untuk Demokrasi Indonesia.

4 Januari 2025   18:45 Diperbarui: 4 Januari 2025   18:45 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Dalam perjalanan demokrasi Indonesia, pemilihan kepala daerah telah menjadi salah satu tonggak penting yang mencerminkan kedaulatan rakyat. Namun, wacana politik dinasti dan usulan untuk mengembalikan pemilihan kepala daerah (Pilkada) kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) sering kali menjadi topik hangat yang memicu perdebatan di berbagai kalangan. Topik ini bukan hanya tentang mekanisme pemilihan, tetapi juga menyentuh aspek keadilan, representasi, dan keberlanjutan demokrasi itu sendiri.

Politik Dinasti: Fenomena yang Mengakar

Politik dinasti merujuk pada pola kekuasaan yang diwariskan atau didominasi oleh individu dari keluarga tertentu dalam lingkup politik. Di Indonesia, fenomena ini bukanlah hal baru. Dalam berbagai Pilkada, tak jarang kita menemukan kandidat yang memiliki hubungan darah atau keluarga dengan petahana atau elite politik lainnya. Hal ini memunculkan kekhawatiran akan monopoli kekuasaan oleh segelintir keluarga, yang pada akhirnya dapat mengerdilkan prinsip demokrasi.

Menurut sejumlah pengamat politik, politik dinasti memiliki dua sisi mata uang. Di satu sisi, keberadaan politik dinasti sering dianggap sebagai bentuk kesinambungan kebijakan, terutama jika tokoh-tokoh yang terlibat memiliki rekam jejak yang baik dan diterima masyarakat. Di sisi lain, hal ini juga dapat mempersempit ruang partisipasi politik bagi masyarakat umum, yang seharusnya memiliki hak yang sama untuk maju sebagai pemimpin.

Politik dinasti sering kali didukung oleh penguasaan sumber daya ekonomi dan jaringan sosial yang kuat. Kondisi ini menciptakan tantangan besar bagi calon-calon independen atau dari kelompok non-elite untuk bersaing secara adil. Dalam beberapa kasus, politik dinasti bahkan ditengarai menjadi akar dari praktik korupsi dan nepotisme karena akumulasi kekuasaan yang tidak terkendali.

Pemilihan Kepala Daerah oleh DPRD: Mencari Efisiensi atau Kemunduran?

Usulan untuk mengembalikan Pilkada ke DPRD sering kali didasarkan pada argumen efisiensi dan penghematan anggaran. Mekanisme pemilihan langsung dianggap membutuhkan biaya besar dan rentan terhadap politik uang. Namun, apakah benar mengembalikan pemilihan kepala daerah ke DPRD merupakan solusi yang lebih baik?

Dalam konteks sejarah, sistem pemilihan kepala daerah melalui DPRD pernah diterapkan sebelum era reformasi. Namun, sistem tersebut menuai kritik tajam karena dianggap rawan praktik transaksional. Pemilihan melalui DPRD sering kali diwarnai oleh politik uang, di mana kandidat dengan sumber daya besar cenderung memiliki peluang lebih besar untuk memenangkan pemilihan. Akibatnya, pemimpin yang terpilih tidak sepenuhnya mengabdi kepada masyarakat, melainkan lebih fokus pada kepentingan elite yang mendukungnya.

Sistem pemilihan langsung, meskipun memiliki kekurangan, menawarkan ruang yang lebih besar bagi rakyat untuk terlibat secara langsung dalam menentukan pemimpinnya. Mekanisme ini juga memberikan legitimasi yang lebih kuat kepada pemimpin terpilih, karena dukungan berasal langsung dari rakyat, bukan hanya dari segelintir anggota DPRD.

Dampak pada Demokrasi Lokal

Mengembalikan Pilkada ke DPRD berpotensi mengikis semangat demokrasi lokal yang telah tumbuh sejak reformasi. Demokrasi bukan hanya tentang efisiensi, tetapi juga tentang partisipasi dan representasi. Ketika masyarakat diberikan hak untuk memilih pemimpinnya secara langsung, mereka memiliki keterlibatan emosional dan tanggung jawab moral yang lebih besar terhadap proses demokrasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun