Mohon tunggu...
Syaiful Anwar
Syaiful Anwar Mohon Tunggu... Dosen - Dosen FEB Universitas Andalas Kampus Payakumbuh

Cara asik belajar ilmu ekonomi www.unand.ac.id - www.eb.unand.ac.id https://bio.link/institutquran

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Swasembada Pertanian dan Pangan (15): Menyentuh Lahan Pertanian Tertinggal

26 November 2024   04:18 Diperbarui: 26 November 2024   04:35 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Indonesia, sebagai negara agraris, memiliki potensi besar dalam sektor pertanian yang dapat mendukung swasembada pangan. Namun, berbagai tantangan masih menghadang, salah satunya adalah keberadaan lahan pertanian tertinggal yang belum optimal dimanfaatkan. Lahan-lahan ini sering kali berada di daerah terpencil dengan akses terbatas dan infrastruktur yang minim. Optimalisasi lahan pertanian tertinggal merupakan langkah strategis untuk mendukung kemandirian pangan, meningkatkan kesejahteraan petani, dan mengurangi ketergantungan pada impor.

Potret Lahan Pertanian Tertinggal di Indonesia

Lahan pertanian tertinggal di Indonesia tersebar di berbagai wilayah, terutama di kawasan timur dan daerah perbatasan. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), sebagian besar lahan tersebut berada dalam kondisi kurang produktif karena minimnya teknologi pertanian, degradasi tanah, dan ketidaksesuaian pola tanam. Selain itu, rendahnya tingkat pendidikan petani di daerah ini memperburuk situasi, karena adopsi teknologi modern dan praktik pertanian berkelanjutan sulit dilakukan.

Namun, tantangan ini tidak berarti lahan tersebut tidak memiliki potensi. Sebaliknya, dengan intervensi yang tepat, lahan tertinggal dapat diubah menjadi sumber pangan yang produktif. Langkah ini memerlukan pendekatan holistik yang melibatkan pemerintah, akademisi, sektor swasta, dan masyarakat lokal.

Strategi Optimalisasi Lahan Pertanian Tertinggal

1. Rehabilitasi dan Reklamasi Tanah

Degradasi tanah sering menjadi penghalang utama produktivitas. Teknologi bioremediasi, seperti penggunaan mikroorganisme untuk memperbaiki kesuburan tanah, dapat diterapkan. Selain itu, program penghijauan berbasis agroforestri mampu meningkatkan kualitas tanah sekaligus menjaga keberlanjutan ekosistem.

2. Pengembangan Infrastruktur Pendukung

Lahan tertinggal biasanya terisolasi dari akses pasar, sarana irigasi, dan logistik. Pembangunan infrastruktur, seperti jalan desa, gudang penyimpanan, dan fasilitas irigasi berbasis teknologi, menjadi kunci untuk membuka potensi lahan tersebut. Model irigasi pintar berbasis Internet of Things (IoT) dapat diterapkan untuk mengatasi kendala sumber daya air.

3. Penerapan Teknologi Pertanian Presisi

Pertanian presisi memungkinkan efisiensi dalam penggunaan sumber daya. Dengan sensor tanah dan drone untuk pemantauan tanaman, petani dapat mengetahui kebutuhan spesifik setiap lahan. Penerapan teknologi ini membutuhkan pelatihan intensif bagi petani agar mereka dapat mengoperasikan dan memanfaatkan alat-alat modern.

4. Diversifikasi Komoditas Pertanian

Lahan tertinggal sering kali tidak cocok untuk tanaman pangan utama seperti padi atau jagung. Oleh karena itu, diversifikasi ke komoditas lain seperti sorgum, ubi jalar, atau kacang-kacangan dapat menjadi solusi. Komoditas ini tidak hanya tahan terhadap kondisi tanah marginal tetapi juga memiliki nilai gizi dan ekonomi yang tinggi.

5. Pemberdayaan Masyarakat Lokal

Pemberdayaan masyarakat lokal adalah inti dari keberhasilan program ini. Pendidikan dan pelatihan mengenai praktik pertanian berkelanjutan, manajemen usaha tani, serta akses ke pembiayaan mikro dapat meningkatkan kapasitas petani untuk mengelola lahan mereka secara optimal.

Potensi Dampak Ekonomi dan Sosial

Optimalisasi lahan tertinggal tidak hanya meningkatkan produksi pangan, tetapi juga memiliki dampak ekonomi dan sosial yang signifikan. Dengan meningkatnya produktivitas, pendapatan petani di daerah tertinggal dapat bertambah. Selain itu, pengurangan ketimpangan regional dapat dicapai dengan memperkecil kesenjangan pembangunan antara daerah maju dan tertinggal.

Secara makro, swasembada pangan juga akan mengurangi ketergantungan pada impor, sehingga cadangan devisa negara lebih stabil. Pada saat yang sama, ketahanan pangan nasional menjadi lebih terjamin, terutama dalam menghadapi gejolak ekonomi global dan perubahan iklim.

Tantangan dalam Implementasi

Meskipun optimalisasi lahan tertinggal memiliki potensi besar, implementasinya bukan tanpa hambatan. Tantangan seperti birokrasi yang berbelit, kurangnya koordinasi antar-lembaga, serta resistensi masyarakat lokal terhadap perubahan perlu diatasi. Pemerintah harus memperkuat kerangka regulasi dan menyediakan insentif bagi sektor swasta untuk terlibat dalam proyek ini.

Selain itu, pendekatan berbasis komunitas sangat penting untuk memastikan bahwa program yang diterapkan sesuai dengan kebutuhan lokal. Kearifan lokal harus dihormati, dan masyarakat dilibatkan sejak tahap perencanaan hingga pelaksanaan.

Studi Kasus: Keberhasilan di Beberapa Wilayah

Beberapa daerah di Indonesia telah menunjukkan keberhasilan dalam optimalisasi lahan tertinggal. Misalnya, di Nusa Tenggara Timur (NTT), program integrasi antara sistem pertanian dan peternakan telah meningkatkan produktivitas lahan marginal. Di Kalimantan, penerapan sistem agroforestri berbasis tanaman karet dan tanaman pangan lokal telah memberikan hasil yang menjanjikan.

Arah Kebijakan ke Depan

Untuk mempercepat optimalisasi lahan pertanian tertinggal, pemerintah perlu menetapkan kebijakan yang terintegrasi. Penyusunan roadmap nasional dengan target yang terukur, alokasi anggaran yang memadai, dan pemantauan yang transparan harus menjadi prioritas.

Selain itu, kerjasama dengan perguruan tinggi dan lembaga penelitian sangat penting untuk menciptakan inovasi teknologi yang dapat diterapkan secara praktis. Penelitian-penelitian terkini menunjukkan bahwa kombinasi antara teknologi digital dan pendekatan ekologi memberikan hasil yang optimal dalam pengelolaan lahan tertinggal.

Optimalisasi lahan pertanian tertinggal adalah langkah strategis untuk mendorong swasembada pangan di Indonesia. Dengan pendekatan yang tepat, lahan-lahan ini dapat menjadi pilar ketahanan pangan nasional sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah tertinggal. Upaya ini memerlukan sinergi berbagai pihak, mulai dari pemerintah hingga masyarakat lokal, untuk menciptakan pertanian yang berkelanjutan dan berdaya saing.

Potensi besar ini harus segera diaktualisasikan melalui tindakan nyata, sehingga Indonesia dapat mencapai visi sebagai bangsa yang mandiri dalam pemenuhan kebutuhan pangannya. Dengan demikian, pembangunan sektor pertanian tidak hanya menjadi upaya ekonomi, tetapi juga investasi sosial bagi masa depan bangsa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun