Mohon tunggu...
Syaiful Anwar
Syaiful Anwar Mohon Tunggu... Dosen - Dosen FEB Universitas Andalas Kampus Payakumbuh

Cara asik belajar ilmu ekonomi www.unand.ac.id - www.eb.unand.ac.id https://bio.link/institutquran

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Swasembada Pertanian dan Pangan (1): Bukan Sekadar Produksi

21 November 2024   09:15 Diperbarui: 21 November 2024   09:27 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Ketahanan pangan telah menjadi isu strategis yang tidak dapat diabaikan, khususnya bagi negara agraris seperti Indonesia. Dengan populasi yang terus bertambah, tantangan untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional semakin kompleks. Swasembada pangan, sebuah cita-cita besar untuk memenuhi kebutuhan pangan dari hasil produksi domestik, bukanlah konsep baru. Namun, dalam realisasinya, swasembada pangan di Indonesia masih menghadapi berbagai hambatan yang berakar pada masalah struktural, kebijakan, dan dinamika global. Di sisi lain, peluang besar yang dimiliki Indonesia seharusnya mampu menjadi katalis untuk mencapainya.

Tantangan Swasembada Pangan di Indonesia

Indonesia dikenal sebagai negara agraris, tetapi ironisnya, banyak tantangan menghambat kemampuan kita untuk mencapai swasembada pangan. Salah satu kendala utama adalah keterbatasan infrastruktur pertanian. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa lebih dari 50% lahan pertanian di Indonesia masih bergantung pada pengairan alami. Sistem irigasi yang kurang optimal membuat produksi pangan sangat rentan terhadap perubahan cuaca ekstrem, yang kian sering terjadi akibat perubahan iklim global.

Selain itu, alih fungsi lahan pertanian menjadi kawasan industri atau permukiman terus meningkat. Sebagai contoh, daerah-daerah seperti Karawang, yang dulu dikenal sebagai lumbung padi, kini banyak berubah menjadi kawasan industri. Menurut laporan Kementerian Agraria dan Tata Ruang, Indonesia kehilangan lebih dari 100.000 hektar lahan pertanian produktif setiap tahun. Jika tren ini terus berlanjut, upaya mencapai swasembada pangan akan semakin sulit direalisasikan.

Masalah lain yang tidak kalah signifikan adalah rendahnya tingkat adopsi teknologi oleh petani. Banyak petani kecil yang masih mengandalkan metode tradisional dengan hasil yang kurang optimal. Minimnya akses terhadap teknologi modern, seperti alat pertanian otomatis dan drone untuk pemetaan lahan, turut membatasi efisiensi dan produktivitas.

Dari segi kebijakan, ketergantungan terhadap impor pangan menjadi tantangan besar. Beras, misalnya, sering kali diimpor untuk memenuhi kekurangan pasokan dalam negeri. Ketergantungan ini tidak hanya membebani anggaran negara, tetapi juga memengaruhi stabilitas harga pangan di tingkat petani lokal. Kebijakan impor yang dilakukan pada saat panen raya kerap membuat harga gabah jatuh, merugikan petani dan melemahkan semangat mereka untuk terus berproduksi.

Peluang Menuju Swasembada Pangan

Meskipun tantangan yang dihadapi cukup berat, Indonesia memiliki peluang besar untuk mewujudkan swasembada pangan. Pertama, keberagaman iklim dan tanah di Indonesia memberikan keuntungan komparatif dalam hal diversifikasi pangan. Selain beras, Indonesia memiliki potensi besar untuk mengembangkan tanaman pangan alternatif seperti jagung, sagu, dan ubi kayu yang kaya akan nutrisi dan cocok untuk ditanam di berbagai daerah.

Pemerintah juga mulai mendorong adopsi teknologi melalui program pertanian berbasis digital. Salah satu contohnya adalah platform e-tani yang memungkinkan petani mendapatkan akses langsung ke pasar, mengelola hasil panen, dan memperoleh informasi cuaca secara real-time. Keberadaan teknologi seperti ini dapat meningkatkan efisiensi dan membantu petani mengurangi risiko produksi.

Dari sisi kebijakan, program food estate yang digagas pemerintah merupakan langkah strategis untuk menciptakan kawasan pertanian modern yang terintegrasi. Proyek seperti ini, yang telah dijalankan di Kalimantan Tengah dan Sumatra Utara, bertujuan untuk meningkatkan produksi pangan melalui pengelolaan lahan yang lebih efisien. Namun, efektivitas program ini masih memerlukan evaluasi dan perbaikan, khususnya dalam hal transparansi dan partisipasi masyarakat lokal.

Selain itu, Indonesia memiliki keunggulan dalam jumlah tenaga kerja di sektor pertanian. Dengan memberikan pelatihan yang lebih terarah, generasi muda dapat didorong untuk kembali ke sektor pertanian dengan pendekatan yang lebih modern dan inovatif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun